Jakarta Biennale 2015

From Lifepatch - citizen initiative in art, science and technology
Revision as of 05:06, 13 November 2015 by Andreas (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search
Poster Publikasi Jakarta Biennale 2015

Teks diambil dari situs resmi Jakarta Biennale 2015 pada tanggal 12 November 2015.

Maju Kena, Mundur Kena: Bertindak Sekarang

Jakarta Biennale adalah sebuah perhelatan akbar dua tahunan seni rupa kontemporer berskala internasional. Pada 2015, perhelatan ini mengusung tema “Maju Kena, Mundur Kena: Bertindak Sekarang”. Dengan tema ini, Jakarta Biennale hendak meninjau masa kini, tanpa harus terjebak dalam nostalgia masa lampau dan mimpi-mimpi akan utopia masa depan. Karya-karya yang dikurasi adalah karya yang berfokus pada kondisi ekonomi, sosial, dan emosional masyarakat sekarang di Indonesia. Jakarta Biennale ingin membingkai bagaimana warga di berbagai kota dan lingkungan hidup dan bersikap terhadap masa sekarang lewat tindakannya.

Ada tiga isu besar yang menautkan seluruh pameran dan proyek seni di Jakarta Biennale. Pertama adalah penggunaan dan penyalahgunaan air, yang bisa menjadi sumber kehidupan juga bencana. Ada juga fokus terhadap sejarah, bagaimana masa lampau berdampak pada masa kini, bagaimana memori dan tradisi membentuk perilaku kita hari ini. Isu ketiga adalah pengaruh pembatasan peran gender di masyarakat dan bagaimana masing-masing dari kita bernegosiasi bahkan berkonfrontasi dengan identitas yang dipaksakan tersebut—yang tak jarang berujung pada tindak-tindak kekerasan. Lewat karya-karya di Jakarta Biennale 2015, kami ingin menyorot pencapaian-pencapaian warga, seberapapun kecilnya itu, di tengah kondisi hidup yang kian pelik.

Jakarta Biennale 2015 dikuratori oleh Charles Esche, yang pernah terlibat dalam berbagai bienial internasional penting seperti Gwangju Biennale 2002, Istanbul Biennale 2009, dan Sao Paulo Biennale 2014. Ia berkolaborasi dengan tim kurator muda Indonesia dari berbagai kota: Anwar ‘Jimpe’ Rachman (Makassar), Asep Topan (Jakarta), Benny Wicaksono (Surabaya), Irma Chantily (Jakarta), Putra Hidayatullah (Banda Aceh), dan Riksa Afiaty (Jakarta).

Selain sejumlah pameran dan proyek seni rupa di ruang kota, Jakarta Biennale juga menyelenggarakan berbagai program pendukung seperti seminar, workshop, edukasi publik, dan panggung pertunjukan untuk seluruh warga Jakarta dan dunia.

Detail Acara

Pembukaan Pameran berlangsung pada:

  • Hari, Tanggal: Sabtu, 14 November 2015
  • Waktu: 16:00 - 22:00 WIB
  • Tempat: Gudang Sarinah
  • Alamat: Jl. Pancoran Timur II no. 4 Jakarta Selatan 12780 Indonesia

Acara bersifat gratis dan terbuka untuk umum. Pembukaan Pameran akan menghadirkan seni pertunjukan dari:

  • Arahmaiani (Yogyakarta)
  • Tisna Sanjaya (Bandung)
  • Etcétera (Buenos Aires, Valparaiso)
  • Kolatt (Yangon)
  • Fuady Keulayu (Banda Aceh)
  • Agung Kurniawan (Yogyakarta)
  • Jonas Sestakresna (Denpasar)

dan pertunjukan musik dari:

  • Dj Irama Nusantara
  • White Shoes & The Couples Company X Sentimental Moods

Pameran berlangsung pada:

  • Tanggal: 15 November 2015 - 17 Januari 2016
  • Waktu: 10:00 - 18:00 WIB
  • Tempat: Gudang Sarinah
  • Alamat: Jl. Pancoran Timur II no. 4 Jakarta Selatan 12780 Indonesia

Pameran bersifat gratis dan terbuka untuk umum.

Kurator

Pada 2015, Jakarta Biennale mengembangkan Curators Lab, program jangka panjang yang mengundang kurator muda dari berbagai kota di Indonesia. Pada setiap penyelenggaraan Jakarta Biennale, Curators Lab berperan sebagai wahana belajar dan kolaborasi antara kurator muda dan kurator yang lebih berpengalaman. Sepanjang program, para kurator terpilih akan bekerjasama bersama seniman dan komunitas di kota masing-masing, untuk memantik terjadinya pertukaran dan perkembangan pengetahuan di antara mereka. Melalui program ini, Jakarta Biennale hendak mendukung kurator sebagai aktor budaya baru yang penting di berbagai kota di Indonesia.

Charles Esche

Charles Esche adalah penulis dan kurator seni rupa asal Skotlandia. Sebagai penulis, ia merupakan salah satu pendiri Afterall, lembaga penerbitan buku dan jurnal tentang seni rupa kontemporer. Salah satu buku terbitannya adalah Art and Social Change, yang Charles sunting bersama Will Bradley pada 2008. Sebagai kurator, namanya telah tercatat di berbagai bienial internasional, dari Gwangju Biennale 2002, Istanbul Biennale 2009, Sao Paulo Biennale 2014, dan kini Jakarta Biennale 2015. Charles juga dikenal sebagai direktur Van Abbemuseum di Eindhoven, Belanda, posisi yang sudah ia lakoni sejak 2004.

Jimpe

Anwar ‘Jimpe’ Rachman, lahir di Balikpapan pada 1975, akrab dengan dunia aksara. Pada 1999, Jimpe turut mendirikan Tanahindie, lembaga nirlaba di Makassar yang berfokus pada penelitian dan penerbitan literatur-literatur tentang kebudayaan kota. Di kota yang sama, ia turut mengelola rumah penerbitan Ininnawa, perpustakaan Kampung Buku, dan situs jurnalisme warga makassarnolkm.com. Pada 2013, ia menulis buku pertamanya, Chambers: Makassar Urban Culture Identity. Jimpe juga aktif berkegiatan sebagai fasilitator dan kurator sejumlah pameran seni rupa di Makassar; beberapa di antaranya adalah pameran Bom Benang Makassar dari 2012 sampai 2014 dan Lembaran Halaman yang Hilang pada 2014.

Asep Topan

Asep Topan sudah dua kali menempuh studi: pertama kuliah Seni Grafis di Institut Kesenian Jakarta dari 2007 sampai 2011, lalu Studi Kuratorial di Institut Teknologi Bandung. Lelaki yang lahir di Majalengka pada 1989 ini aktif terlibat sebagai kurator di berbagai pameran. Debutnya sebagai kurator adalah pameran Print: Process (2013) di ruangrupa, dan paling anyar adalah Sidewalk Warfare (2015) di Japan Foundation Jakarta. Asep juga aktif menulis tentang seni rupa. Pada 2014, ia meluncurkan buku perdananya, Sketsa dan Sebuah Kesalahan, berisi esai-esai seni rupa dan ulasan berbagai pameran.

Benny Wicaksono

Benny Wicaksono, lahir di Sukapura pada 1973, saat ini adalah salah satu anggota Komite Seni Rupa di Dewan Kesenian Jawa Timur. Kariernya sendiri bermula pada 1999, ketika ia mengadakan pameran tunggal seni media baru di auditorium Universitas Kristen Petra, Surabaya, tempat ia menempuh studi Desain Grafis. Pada 2009, ia bersama sejumlah kawan memulai sebuah kolektif kreatif bernama WAFT-Lab. Salah satu program mereka adalah Video:wrk, festival video dua tahunan yang berfokus pada peran teknologi dalam perkembangan seni. Pada tahun yang sama pula, Benny menerima penghargaan Innovator in Media Art dari Surabaya Biennale.

Irma Chantily

Irma Chantily adalah penikmat fotografi, meski sama sekali bukan fotografer. Perempuan yang lahir di Jakarta pada 1985 ini aktif menulis tentang fotografi di media massa cetak dan online, serta terlibat dalam produksi pameran foto atau seni rupa. Irma juga gemar melibatkan diri pada beberapa proyek penelitian fotografi Indonesia dan turut mendirikan sejarahfoto.com untuk mendukung pengarsipan sejarah fotografi Indonesia. Saat ini ia bekerja sebagai manajer program bidang seni visual dan ekonomi kreatif di suatu lembaga nirlaba untuk hubungan kebudayaan, sembari memenuhi panggilan untuk menjadi pengajar lepas di Departemen Fotografi, Institut Kesenian Jakarta.

Putra Hidayatullah

Putra Hidayatullah, lahir di Pidie pada 1988, adalah salah satu pegiat Komunitas Tikar Pandan di Banda Aceh. Kerja-kerja kuratorial Putra kerap berfokus pada isu-isu kesejarahan. Pada 2014, ia mengadakan pameran Puing Perang di Taman Ismail Marzuki, berkolaborasi dengan ruangrupa dan Dewan Kesenian Jakarta. Dalam pameran itu, Putra mengangkat kembali kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi selama konflik politik di Aceh dari 1976 sampai 2005. Pada tahun yang sama, ia menjadi salah satu kurator dalam acara Peringatan 10 Tahun Tsunami Aceh. Putra juga berperan sebagai salah satu kurator Cang Pilem, festival film tahunan di Episentrum Ulee Kareng sejak 2013.

Riksa Afiaty

Riksa Afiaty sudah terlibat di Jakarta Biennale sejak 2013, sebagai koordinator artsitik dan pameran. Sebelumnya perempuan yang lahir di Bandung pada 1986 ini menimba pengalaman dan mengasah ilmu di OK. Video Festival pada 2011 dan 2013. Riksa juga banyak belajar dari residensi di Rumah Seni Cemeti pada 2013 dan lokakarya kurator di Japan Foundation Jakarta pada 2014. Sebagai kurator dan ko-kurator, ia sudah terlibat di sejumlah pameran di Jakarta dan Yogyakarta dari 2011; beberapa di antaranya Regeneration, Ayatana: On Mobility, dan Lukisan yang Baik: 40 Tahun Desember Hitam. Saat ini Riksa aktif berkegiatan di ruangrupa sebagai koordinator Art Lab.

Seniman

  • Agung Kurniawan (Yogyakarta)
  • Annisa Rizkiana Rahmasari (Semarang)
  • Aprilia Apsari (Jakarta)
  • Arahmaiani (Yogyakarta)
  • Araya Rasdjarmrearnsook (Chiang Mai)
  • Ariani Darmawan (Bandung)
  • Bamboo Curtain Studio (New Taipei, Yunlin)
  • Bik Van der Pol (Rotterdam)
  • Bron Zelani (Jakarta)
  • Clara Ianni & Débora Maria da Silva (São Paulo)
  • Cooperativa Cráter Invertido (Mexico City)
  • Cut Putri (Banda Aceh)
  • Dan Perjovschi (Bucharest)
  • Dea Widya (Bandung)
  • Dieneke Jansen (Auckland)
  • Dwi ‘Ube’ Wicaksono Suryasumirat (Jakarta)
  • Etcétera (Buenos Aires, Valparaiso)
  • Evelyn Pritt (Jakarta)
  • Firman Djamil (Makassar)
  • Fuady Keulayu (Banda Aceh)
  • Idrus bin Harun (Banda Aceh)
  • Iswadi Basri (Banda Aceh)
  • Jakarta Wasted Artists (Jakarta)
  • Jeremy Millar (London)
  • Jonas Sestakresna (Denpasar)
  • Juan Pérez Agirregoikoa (San Sebastián, Paris)
  • Köken Ergun (Istanbul)
  • Kolatt (Yangon)
  • Komunitas Quiqui (Makassar)
  • Lab Laba Laba (Jakarta)
  • Leonardiansyah Allenda (Banyuwangi)
  • Lifepatch (Yogyakarta)
  • M. Cora (Makassar)
  • Maddie Leach (Wellington)
  • Maika Elan (Hanoi)
  • Marishka Soekarna (Depok)
  • Mark Salvatus (Manila)
  • Maryanto (Yogyakarta)
  • Meiro Koizumi (Yokohama)
  • Melawan Kebisingan Kota (Surabaya)
  • Merv Espina (Manila)
  • Miebi Sikoki (Jakarta)
  • Ng Swan Ti (Jakarta)
  • Nobodycorp. Internationale Unlimited (Yogyakarta)
  • NUR (Jakarta)
  • Octora (Bandung)
  • Oscar Muñoz (Cali)
  • Peter Robinson (Auckland)
  • Post-Museum (Singapore)
  • Pratchaya Phinthong (Bangkok)
  • Renzo Martens (Amsterdam)
  • Reza Afisina (Depok)
  • Reza Enem (Makassar)
  • Richard Bell (Brisbane)
  • Sanchia T. Hamidjaja (Jakarta)
  • Setu Legi (Yogyakarta)
  • SUPERFLEX (Copenhagen)
  • Surya Wirawan (Yogyakarta)
  • The Youngrrr (Jakarta)
  • Tisna Sanjaya (Bandung)
  • Tita Salina (Jakarta)
  • Tom Nicholson (Melbourne) dengan Grace Samboh (Yogyakarta)
  • Tromarama (Bandung)
  • Wiyoga Muhardanto (Bandung)
  • Wonderyash (Jakarta)
  • Yee I-Lann (Kuala Lumpur)
  • Yongseok Jeon (Seoul)
  • Yoppy Pieter (Jakarta)
  • Zeyno Pekünlü (Istanbul)
  • Zulhiczar Arie (Yogyakarta)

Yayasan Jakarta Biennale

  • Alamat: Jl. Amil Raya no. 7A Pejaten Barat, Pasar Minggu Jakarta Selatan 12510 Indonesia
  • Telepon: +62 21 797 1012
  • Website: jakartabiennale.net
  • Email: info@jakartabiennale.net
  • Twitter: @jakartabiennale
  • Facebook: JKTBNL
  • Instagram: @jakartabiennale

Tim Kerja

  • Direktur Eksekutif: Ade Darmawan
  • Manajer Pelaksana I: MG. Pringgotono
  • Manajer Pelaksana II: Vicky Rosalina
  • Sekretaris: Bellina Erby
  • Administrasi: Anita ‘Bonit’ Purniawati, Wiendy Anggraeni Sofion, Hana Monika
  • Konsultan Keuangan: Icang S. Tisnamiharja
  • Keuangan: Tri Suci Meilawati, Anita ‘Bonit’ Purniawati
  • Koordinator Program Edukasi Publik: Mia Maria
  • Asisten Koordinator Program Edukasi Publik: Yohanes Daris Adi Brata
  • Koordinator Duta Seni: Kushandari Arfanidewi, Angga Wijaya
  • Penulis untuk Buku Seni Rupa Kita: Belle Bintang Biarezky
  • Desainer Buku Seni Rupa Kita: Angga Cipta
  • Ilustrator Buku Seni Rupa Kita: Joneta Witabora
  • Koordinator Simposium & Akademi: Farid Rakun
  • Asisten Koordinator Simposium & Akademi: Klara Puspaindrawati
  • Peneliti: Mirwan Andan
  • Koordinator Program Roadshow: Eko Harsoselanto, Andang Kelana
  • Tim Roadshow: M. Sigit Budi S., Yunnita Setyahati, Sugar Nadia, Luthfie Nurseptian, M. Fauzan Chaniago, Nissal Nur Afryansah, Ni Nyoman Putri Nanda P. L.
  • Manajer Produksi: Arief Rachman
  • Penata Pameran: Iswanto Hartono
  • Produksi Pameran: M. Arief Trihadi
  • Koordinator Ruang Pameran: Saiful Anwar
  • Tim Pengurus Karya Seni: SERRUM Studio
  • Koordinator Pameran dan Karya Seni: Arief Atto
  • Pengurus Karya Seni: Winanda Suciyadi, R.M. Herwibowo, Gilang Ramadian, Pramudya Wiguna, Dwi Penjol, Ananta Rizky Pramudya, Irvanda, Geo Ferdias
  • Pengurus Konstruksi untuk Karya Seni: Rahmat Hidayat
  • Pengurus Listrik untuk Karya Seni: Oshan Nurisa, Safirul Islami
  • Pengurus Transportasi untuk Karya Seni: Teguh Setiawan
  • Pelaksana Konstruksi untuk Karya Seni: Aris, Edi Junaidi, Sobirin
  • Peralatan: Topan Darmawan
  • Elektronik: Muhammad Lutfi Nur Septian
  • Pengurus Percetakan: Wacil Wahyudi
  • Pelakasana Teknis Percetakan: M. Sodik
  • Dokumentasi: M. Hasrul
  • Pengangkutan & Pemuatan Karya Seni: M. Hamsyah
  • Pengurus untuk Karya Video: Mahardika Yudha, Gelar Agryano Soemantri
  • Koordinator Proyek Komunitas: Bagasworo Aryaningtyas
  • Koordinator Proyek Mural: Adi Setiawan
  • Koordinator Publikasi: Ardi Yunanto
  • Editor & Penulis: Adrian Jonathan Pasaribu
  • Reporter untuk Web: Pandji Putranda, Shadia Pradsmadji, Ni Nyoman Putri Nanda P. L.
  • Penerjemah untuk Web: Rizal Iwan
  • Pelaksana Teknis Web: Syifanie Alexander
  • Programmer Web: Yohanes Daris Adi Brata

KATALOG:

  • Pemimpin Redaksi: Ardi Yunanto
  • Editor & Penulis: Ninus D. Andarnuswari, Adrian Jonathan Pasaribu, Bayu Maitra
  • Pemeriksa Aksara Bahasa Indonesia: Adrian Jonathan Pasaribu, Ardi Yunanto
  • Penerjemah untuk Program dan Lainnya: Hera Diani
  • Penerjemah untuk Deskripsi Karya: Rizal Iwan
  • Pemeriksa Aksara Bahasa Inggris: VRN, Ninus D. Andarnuswari, Adrian Jonathan Pasaribu
  • Pemeriksa Fakta untuk Biografi Seniman: Shadia Pradsmadji
  • Pengarah Desain: Cecil Mariani
  • Asisten Desainer Grafis: Patricia Adele Hutauruk, Zulfikar Arief
  • Pengarah Desain: Cecil Mariani
  • Asisten Desainer Grafis: Angga Cipta, Andini Rahmi, Aulia Ulfa Saphira, Nissal ‘Lindung’ Nur Afryansah, Zulfikar Arief
  • Koordinator Merchandise: Harjuni Rochajati
  • Manajer Komunikasi: Shera Rindra, M. Pringgodigdo
  • Relasi Media: Aldila Karina Putri, Dosma Ruth Belinda
  • Media Sosia: Charlie Chris Evan, Reza Zefanya Mulia
  • Sponsor: Ria Ekasari
  • Akomodasi: Yulia Darnis
  • Koordinator Pembukaan: Indra Ameng
  • Asisten Koordinator Pembukaan: Ajeng Nurul Aini
  • Koordinator creative weekend market: Thema Isriarti Putri
  • Dokumentasi Video: Indoartnow
  • Dokumentasi Foto: Kelas Pagi, 301 Studio (Panji Purnama Putra, Apriliyan)
  • Videografer Muhammad Hafiz, Rendy Herdiyan
  • Relawan: Agung Prasetya Nugraha, Agustian, Ahmad Alfian, Alamsyah Fahrizi, Alifah Mellisa, Alinda Rimaya, Anggun Yulia, Annisa Fauzia, Arief Alqori, Auliya Anugerah, Charisma Agni, Claudia Koenig, Dea Ayu, Degi Bintoro, Dervin, Dwi Aji, Fariz Reza Habib, Febry Sari Andini, Fitri Ayu Adriani, Hanna Astaranti, Intan Kusuma D., Intan R. Sabrina, Jelita Barbara, Leonardo Laurensius, Luna, Muhammad Rizky Faisal, Nerissa Arviana, Oti Maulidia, Ratmia Dewi, Ridwan Maulana, Rizky Setiawan, Ryan Theo, Ryana Arum, Sakinah Alatas, Viandira Athia, Yunita Napitupulu
  • Asisten Kurator: Galit Eilat
  • Koordinator Curators Lab: Mia Maria
  • Penulis: Erni Aladjai

Partisipasi Lifepatch di Jakarta Biennale 2015

Dalam Jakarta Biennale 2015, Lifepatch berpartisipasi sebagai salah satu seniman di program Pameran & Proyek Seni Rupa Jakarta Biennale 2015.

Deskripsi Karya

Di Jakarta Biennale 2015, Lifepatch bekerja dengan Paguyuban Warga Stren Kali, Surabaya. Paguyuban ini merupakan sebuah organisasi inisiatif warga yang bermukim di Wonokromo, Surabaya. Ada banyak sekali masalah di kawasan tersebut, misalnya, prostitusi, campur tangan partai politik dalam kebijakan warga, terbatasnya infrastruktur (listrik dan air bersih), legalitas pemukiman, dan penggusuran. Dari sekian banyak masalah yang ada, dengan mempertimbangkan terbatasnya waktu untuk bekerja dengan mereka, Lifepatch memilih bekerja dengan warga dalam permasalahan sumber air bersih. Permasalahan ini dipandang cukup ironis mengingat PDAM Bratang Tangkis berlokasi persis di sebelah pemukiman warga (hanya terpisahkan dengan oleh tembok panjang). Namun, warga sama sekali tidak mendapatkan air bersih dari PDAM. Hal ini membuat mereka menggunakan air sungai yang (diduga) tercemar limbah industri di Surabaya, khususnya limbah industri kertas. Dugaan tersebut disebabkan oleh adanya buliran kertas yang naik ke permukaan air setelah warga menampung air dari sungai dan melakukan penanganan “pembersihan air” secukupnya (menggunakan tawas).

Menyadari rumitnya penanganan air, Lifepatch juga berkolaborasi dengan komunitas dan ilmuwan lokal yang berbasis di Surabaya. Kolaborasi yang dilakukan adalah penyelidikan kualitas air sungai serta pembuatan prototype filtrasi fisik untuk penjernihan air. Hasil kolaborasi ini disalurkan kepada warga baik dalam bentuk filtrasi yang telah jadi pun dalam bentuk lokakarya bagi warga untuk pembuatan dan perawatan filtrasi tersebut. Aktivitas lainnya adalah penanaman pohon kelor bersama warga. Pohon kelor sendiri berfungsi untuk penjernihan air secara biologis. Tentu, hasil dari penanaman tersebut baru dapat terlihat di masa depan.

Hasil kerja Lifepatch dengan warga Stren Kali, komunitas, dan ilmuwan lokal itu kemudian diwujudkan dalam bentuk karya instalasi di Pameran Utama Jakarta Biennale 2015. Instalasi ini menampilkan kehidupan yang kontradiktif dengan kenyataan di pemukiman Stren Kali Surabaya. Adalah harapan warga yang menginginkan air bersih bagi kehidupan sehari-hari mereka yang jadi inspirasi bagi karya ini. Simbol utama yang diangkat adalah sebuah pohon kelor. Selain digunakan dalam proyek, pohon ini juga menjadi simbol pelindung warga dan pembersih air secara biologis. Ada pula sebuah ayunan yang melambangkan aktivitas dan regenerasi warga sekitar. Di samping itu, kolam air kotor dan kolam air bersih, filtrasi yang diciptakan Lifepatch, dan rumput hijau jadi lambang kebutuhan lahan bagi kehidupan warga di pemukiman. Dokumentasi dari proyek di Stren Kali juga akan ditampilkan dalam bentuk citra dan video dalam karya instalasi ini.

Pernyataan Seniman

Sungai sudah tidak lagi jadi “garis kehidupan” bagi sebuah kota. Dalam perkembangan kota yang sangat pesat, sungai pada umumnya diperlakukan sebagai halaman belakang. Sungai diperlakukan sebagai tempat pembuangan sampah. Dianggap sebagai “wilayah kumuh” dan “masyarakat buangan”, ada banyak sekali permasalahan sosial dan lingkungan di daerah bantaran sungai, khususnya di kota-kota besar. Belum lagi, pemerintah cenderung memalingkan muka dari kenyataan yang terjadi. Perkara legalitas yang membuat warga tidak mendapatkan akses terhadap infrastruktur dasar, seperti air bersih, jadi masalah utama yang dihadapi. Hal itulah yang jadi latar belakang bagi proyek yang dilakukan oleh Lifepatch di Stren Kali.

Lifepatch sendiri telah bekerja dengan masalah air sungai di Yogyakarta selama bertahun-tahun dalam Jogja River Project (JRP). JRP adalah sebuah proyek tak berkesudahan yang diinisiasi pada tahun 2011 . Permasalahan air bersih merupakan masalah utama yang dihadapi oleh banyak warga yang tinggal di pemukiman pinggir sungai. Sungai yang digunakan sebagai sumber air bagi warga, juga digunakan sebagai lokasi buangan baik limbah rumah tangga maupun limbah industri, khususnya di perkotaan.

Bekerja dengan warga Stren Kali, masalah air bersih merupakan masalah utama yang diajukan oleh mereka. Lifepatch berusaha menanggapi ajuan tersebut dengan coba mengaplikasikan ilmu pengetahuan formal dan informal terkait penanganan air sungai. Menyadari bahwa masalah di suatu wilayah hanya dapat diselesaikan oleh warganya sendiri, dalam proyek ini, Lifepatch hanya berkontribusi membagi ilmu pengetahuan dan menjadi penengah untuk memperkenalkan kreatif lokal yang berpotensi menjalin kerja sama secara kontinyu.

Referensi dan Pranala Luar