Ciptakan Instalasi Fermentasi yang Bisa Dinikmati
Sebuah artikel yang dimuat oleh Radar Jogja, surat kabar lokal di Yogyakarta. Artikel ini dimuat pada edisi cetak Radar Jogja pada tanggal 23 Februari 2011.
Padukan Sains dan Seni, Wakil Indonesia Raih Penghargaan Internasional Ciptakan Instalasi Fermentasi yang Bisa Dinikmati
Lagi, anak-anak bangsa dari Jogjakarta berhasil membuat karya yang membanggakan. Sebuah perkawinan antara sains dengan seni telah melahirkan sebuah instalasi fermentasi generik yang diakui oleh dunia.
Ditulis oleh: FAUZIA KHUSUNUL K., Jogja
NUR AKBAR ARUFATULLAH, mahasiswa dari jurusan Mikrobiologi, Fakultas Pertanian UGM baru saja menorehkan prestasi di tingkat internasional. Bekerja sama dengan komunitas yang mengelola laboratorium seni media House of Natural Fiber (HONF), proyek mereka terpilih sebagai karya terbaik dalam 11th Transmediale Festival for Art and Digital Culture di The Haus der Kulturen der Welt, Berlin, Jerman, 6 Februari lalu. Karya instalasi mereka yang dinamai ’’IB:SC’’ itu menyisihkan sekitar 1.000 lebih karya peserta dari seluruh dunia. Dari tujuh karya yang diunggulkan, karya mereka kemudian ditetapkan sebagai yang terbaik. Oleh para juri, proyek tersebut dinilai sebagai karya yang visioner, inovatif, dan orisinil.
Pada proyek ini, Akbar bersama Julian ’’Togar’’ Abraham, Agus Tri Budiarto, dan Venzha menciptakan sebuah instalasi sederhana yang memadukan seni dan sains. Yakni sebuah instalasi fermentasi alkohol dengan dilengkapi pengeras suara sehingga menghasilkan bebunyian yang ritmis dan bisa dinikmati. ’’Penyampaiannya melalui art tetapi penelitiannya dalam bentuk science research,’’ ungkap Akbar ketika ditemui di kantin kampus UGM, belum lama ini.
Akbar lalu menceritakan ihwal pembuatan proyek ini. Menurut Akbar, peristiwa kematian sejumlah orang akibat mengonsumsi minuman keras di Jogja, membuat dia merasa prihatin. Akbar tergerak untuk meneliti kandungan alkohol dalam minuman tersebut. Terutama dalam proses pembuatannya. ’’Akhirnya pas kita lihat memang fermentasinya asal, jorok, dan kurang higienis,’’ kata mahasiswa berusia 23 tahun tersebut.
Dari situlah, Akbar dan HONF lalu melakukan serangkaian penelitian dan eksperimen. Hingga kemudian, terciptalah sebuah instalasi fermentasi sederhana yang mengubah gula menjadi alkohol. Instalasi itu dapat dilihat dan dinikmati sebagai suatu karya seni.
Akbar menjelaskan, pada prinsipinya, fermentasi tersebut diarahkan untuk mengubah gula menjadi etanol dan CO2. Medium yang digunakan terdiri dari jahe, buah pir, nanas, mangga, dan apel. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke tabung dan menghasilkan gelembung gas CO2. Gelembung tersebut lalu ditangkap oleh mikrofon yang dihubungkan dengan amplifier sehingga menghasilkan suara. ’’Suara tersebut bersahut-sahutan menjadi sebuah irama atau nada,’’ jelas mahasiswa berkacamata itu.
Sebelum dibawa ke Jerman, Akbar dan HONF telah memamerkan karya mereka di tiga kota besar di Indonesia, yakni Bandung, Jakarta, dan Jogja sendiri. Selain dalam bentuk pameran, mereka juga melakukan sosialisiasi penelitian fermentasi tersebut dalam bentuk diskusi dan workshop. ’’Kami mau memberikan sosialisasi dan pengetahuan supaya masyarakat bisa tahu alkohol itu ada jenis apa saja. Lalu yang bisa diminum apa saja,’’ katanya. Dengan demikian, sambungnya, masyarakat menjadi tahu apa yan mereka minum dan sadar akan bahaya mengonsumsi minuman beralkohol.
Sementara itu laman http://indonesiaproud.wordpress.com mencatat, dari sisi tema, ’’Intelligent Bacteria’’ terkesan remeh-temeh, yakni memfermentasi buah lokal menjadi produk etanol (alkohol) yang murah, higienis, dan mudah dibuat dalam skala rumahan. Tapi, menjadi tidak sepele karena sejatinya inovasi ini berawal dari keprihatinan sosial HONF atas tewasnya sejumlah orang di beberapa daerah gara-gara menenggak minuman lokal bermetanol.
Menurut para ilmuwan yang terlibat, kematian ini terjadi karena proses fermentasi yang ngawur. Alih-alih etanol, yang dihasilkan justru metanol, bila dikonsumsi terus- menerus mengakibatkan kebutaan bahkan kematian. Singkat kata, inovasi HONF intinya adalah solusi. Peristiwa performatif ini jelas mempertontonkan aksi transfer of knowledge dari sebuah seni yang sudah berkawin silang dengan sains dan teknologi. Sebab itu, karakter seninya terlihat bernuansa sains Aristotelian yang investigatif-empirik, serta bermuatan teknologi di mana pengorganisasian, sistem, alat, teknik, dan metode untuk menjawab persoalan sehari-hari manusia menjadi penting. ***