Hans Christoffel
Berikut adalah catatan dalam penelitian Lifepatch mengenai Hans Christoffel sebagai dalah satu tokoh yang terlibat dalam perang Tapanoeli 1907
Profil Hans Christoffel
Profil Hans Christoffel berdasar terjemahan bebas dari tulisan Willy Durinx, (Co- Curator 'Collectie Christoffel' di Museum aan de Stroom (MAS) Antwerp, Belgium.)
Hans Christoffel lahir pada 13 September 1865 sebagai salah satu putra Johann Christoffel dan Kathrina Battaglia dan tinggal di Rothenbrunnen, Kreis Trins, kanton Graubunden, Swiss. Didorong kemunduran ekonomi yang menyebabkan terjadinya migrasi keluar dari wilayah tempat tinggalnya, Hans Christoffel tertarik memulai karir di bidang militer dan membawanya ke Kedutaan Besar Belanda di Hamburg untuk bergabung sebagai tentara berpangkat private di “Koninklijk Nederlands Indisch Leger” atau “K.N.I.L.” (The Royal Dutch East Indies Army) pada bulan Februari 1885. Sebuah kesatuan yang dibentuk untuk "menenangkan" kondisi di the “Garland of Emeralds” (Untaian Emeralds), Hindia Belanda. Pada kenyataannya, KNIL merupakan Legiun Asing yang dominan berisi bukan orang Eropa. Bahkan, jajaran kepangkatan rendah di kesatuan itu berisi orang-orang dari koloni-koloni "milik Belanda" yang berasal dari suatu pulau atau daerah tertentu untuk kemudian ditempatkan di pulau lain.
Sebulan setelah diterima menjadi tentara, Hans Christoffel berlayar dari Rotterdam ke Batavia (sekarang bernama Jakarta) dan ditugaskan melakukan pekerjaan administrasi di Surabaya pada tahun 1892 tepat pada saat kerusuhan dan perlawanan terjadi di Aceh. Tentara KNIL bertempur di beberapa kejadian yang sering disebut sebagai “perang” di Aceh dan kesemuanya berakhir pada kebuntuan. Aceh adalah pijakan awal perkembangan Islam di Nusantara meupakan wilayah yang cukup kaya untuk dikuasai. Terletak dekat Selat Malaka, Kesultanan bisa mendapatkan keuntungan berlimpah dari aktivitas lalu lintas maritim dari Cina ke Barat, dan mengekspor barang berharga seperti lada dan emas. Orang-orang Aceh menggunakan taktik gerilya atau hit-and-run pada tentara mereka yang dilatih untuk melawan gaya perang Eropa yang tertib dan sangat terikat pada perintah. Akibatnya, mereka sering terjebak pada medan pertempuran dengan kondisi geografis yang tidak mereka kenali. Peristiwa yang mendorong Christoffel mengajukan diri secara sukarela mengambil peran yang lebih aktif di garis depan.
Christoffel masuk menjadi bagian dari “perang pasifikasi” yang ke-empat. Dari berpangkat Corporal menjadi Sergeant-Major, kemudian Warrant Officer, hingga Second Lieutenant yang menjadikannya termasuk dalam jajaran perwira di pasukan Jenderal Van Heutz. Dia ditugaskan di berbagai misi yang selama ini sangat sulit diselesaikan dan telah mengganggu pemerintahan Belanda selama satu dekade atau lebih. Pada titik ini, ia mendapatkan penghargaan untuk pertama kalinya, yang kemudian diikuti berbagai medali penghargaan lainnya. Pada tahun 1902, Christoffel ditugaskan untuk tergabung di unit “Maréchaussée”, sebuah unit khusus yang baru dibentuk dengan seragam khusus dan dilengkapi peralatan dari senjata lokal hingga senjata api teknologi terbaru dari Eropa yang bisa menembak berulang kali. Unit ini ternyata membawa hasil yang sangat gemilang di bawah komando Christoffel. Dia sangat populer dan terkenal karena cepat berpikir dan memiliki ketekunan. Meskipun dianggap pria kecil bersuara lembut dengan mata biru yang menusuk, ia menjadi semacam legenda dalam jajaran ketentaraan. Koran-koran Belanda mulai mengambilnya sebagai sumber berita. Pada tahun 1903 ia dipromosikan lagi menjadi Lieutenant dan menjadi orang non-Belanda pertama kali yang mencapai peringkat itu.
Beberapa penugasan baru diterimanya. Dia menyelesaikan beberapa permasalahan di Kesultanan Aceh dengan menetralisir perjuangan Sultan dan komandan tentaranya, Panglima Polem. Tugas lainnya adalah “pasifikasi” dari Alas hingga Gayo di wilayah Sumatera, sebuah wilayah perbukitan yang sulit dijangkau dan berada di antara kerajaan Aceh dan tanah Batak. Bersama dua ratus unit Maréchaussée, secara sistematis mereka memberantas semua perlawanan di berbagai kampung. Wilayah pertahanan yang hanya berupa desa dengan perkuatan dinding pertahanan dari bambu. Sedangkan penduduknya baik pria dan wanita berjuang melawan Maréchaussée hanya bersenjata busur, tombak, pedang pendek dan senapan lontak beramunisi bola timah dan mesiu. Mereka benar-benar diberantas, tidak hanya pria dan wanita, tetapi juga kadang-kadang anak-anak dan bahkan hewan ternak. Komandan Christoffel, Van Daalen berkisah bahwa “Christoffel tetap terus menembak hingga lama meskipun saya telah memberi perintah untuk berhenti”. Dia secara luas ditakuti - sebagai bushranger sempurna yang suka menyerang mangsanya dan menyelesaikannya dengan membunuh tanpa belas kasihan. Reputasinya tersebar hingga berbagai pulau dan selalu mengisi halaman surat kabar. Dia dipuji sebagai “The Flying Swiss”, merujuk pada berbagai varian berita dari kepulauan nusantara. Di Kalimantan, ia ditugaskan sebagai kepala daerah. Tugas yang membuatnya memiliki julukan baru “Tiger dari Barito”, dan pangkat letnan sekembalinya ke Aceh.
Setelah usai berlibur selama setahun di Eropa, Christoffel kembali ke Hindia Belanda di tahun 1906. Dia langsung ditugaskan untuk menetralisir para Raja dan pemimpin yang melakukan perlawanan di pulau Sulawesi, Timor dan Flores. "The Flying Swiss" (sebutan yang mengacu pada kisah hantu "Flying Dutchman" yang tertanam kuat sekarang di dalam pikiran orang Belanda) telah mendapatkan kewarganegaraan Belanda sebagai syarat yang diperlukan untuk bisa mempromosikannya lebih jauh menjadi Capitein pada tahun 1907. Prestasi yang membuat Christoffel menjadi sangat terkenal adalah keberhasilannya menangkap Patuan Bosar Ompu Pulo Batu, atau lebih dikenal dengan gelar Si Singamangaraja XII yang merupakan pemimpin masyarakat Toba. Meskipun tidak memiliki kekuatan mutlak atas empat raja Batak lainnya, Si Singamangaraja XII merupakan pemimpin terakhir dan pengelola struktur klan sosial yang kompleks. Singamangaraja menggabungkan statusnya sebagai "raja sekaligus pendeta" untuk memimpin politik lokal, memimpin setiap upacara adat sebagai pendeta, dan bertugas menegakkan keadilan. Di tahun 1907, Christoffel bersama salah satu unit kecil kesatuan Maréchaussée yang terkenal dengan sebutan “Tiger Brigade” (Coloni Matjan) bergerak mengejar Si Sisingamangaraja XII mengelilingi daerah pegunungan Batak sejauh ratusan mil. Di tanggal 17 Juni 1907, Si Sisingamangaraja XII dan keluarganya terjebak dalam pertempuran di sebuah jurang. pertempuran terkahir yang membuat Si Singamangaraja XII bersama putri dan kedua putranya meninggal dalam baku tembak. Tubuh Patuan Bosar Ompu Pulo Batu dipamerkan di pasar kota Balige, dekat Danau Toba. Sebuah peristiwa dramatis karena Singamangaraja dalam kepercayaan masyarakat Toba seharusnya tidak mati, tetapi menghilang. Tanpa memerlukan waktu panjang, Hans Christoffel pada waktu itu dianggap sebagai pahlawan di negara Belanda.
Setelah melalui berbagai peristiwa lainnya di pulau Timor, Flores dan sebuah tugas susulan di Aceh, pada bulan Desember 1908, Christoffel mendapatkan medali penghargaan militer tertinggi dan Eresable (Sabre of Honour). Saat itu, Dia adalah perwira tertinggi di jenjang kemiliteran Belanda. Meskipun demikian, beberapa rekan perwira lain dan beberapa diantaranya berpangkat lebih tinggi tetap menganggapnya sebagai orang asing dan tidak menyukai keberhasilan Christoffel. Bahkan, beberapa dari mereka menolak dan meminta untuk dipindahkan ketika Christoffel menginginkan beberapa perwira bawahan sudah berpengalaman untuk meredakan konflik di Sulawesi. Diduga banyak dari mereka menolak dengan alasan membenci taktik yang digunakan Christoffel ketika bertempur. Namun di saat yang sama, dia sangat populer bagi tentara dan sebagian besar perwira bawahannya. Mereka menjulukinya "Captain Ketjhil" atau "Little Captain". Suatu ketika, ia dikenali saat sedang makan dalam diam di sebuah pojok restoran Surabaya oleh beberapa perwira yang sedang makan di sana. Dengan cepat mereka mengambil beberapa alat musik, mengangkat Christoffel di kursi dan mengaraknya berkeliling. Sebagai bagian dari rasa hormat kepada Christoffel sebagai balasan dari rasa hormatnya terhadap mereka.
Akhirnya, setahun setelah menikah dengan Adolphine Van Rijswijck yang merupakan putri dari walikota kota Antwerp, Hans Christoffel mengajukan pensiun dini atas permintaannya sendiri dan meninggalkan K.N.I.L. pada tanggal 2 November 1910. Meskipun usianya baru 45 tahun, dia telah menghabiskan 24 tahun di daerah tropis. Dia menerima pensiun 2000 gulden per tahun, jumlah yang sangat besar pada saat itu. Hans Christoffel dan Adolphine Van Rijswijck tinggal di rumah milik Van Rijswijck di De Keyserlei. Seusai meninggalkan KNIL, Christoffel kembali memulai perjalanan ke Hindia Timur bersama Adolphine selama dua puluh tahun. Pasangan itu tinggal di Jatinegara, Jakarta Timur untuk sementara, dan di Surabaya. Bersama-sama, mereka juga menjelajahi sungai-sungai menggunakan prau dan mengunjungi Sulawesi dan Sumatra. Tujuannya sering kali merupakan tempat di mana Hans menghabiskan masa ketika masih aktif sebagai tentara. Perlahan Christoffel memulai bisnis pertambangan di Jawa sisi utara, kemudian mendirikan perusahaan minyak di Aceh, dan kemudian menetap sebagai petani di Jawa. Pandangannya dalam hidup juga berubah secara drastis dan menandai perubahan itu dengan membakar buku harian dan catatan, foto dan laporannya. Menurut kata-katanya sendiri "he drew a curtain over his old life". Tindakan yang menjadi salah satu penghalang dalam menelusuri sejarah pribadinya dengan cara akurat dikemudian hari. Dia menganggap karir militernya sebagai tugasnya, tidak lebih, tidak kurang. Ini terkait dengan konsensus tentang Peraturan Kolonial pada saat itu "It is a messy job, but it has to be done". Sungguh luar biasa bagaimana pandangan hidupnya berubah. Minat utamanya pada saat itu adalah filsafat Hindu. Dia melakukan perjalanan ke India, Sri Lanka, Filipina dan Australia. Mohandas Gandhi, tokoh idealisme non-kekerasan, telah banyak menginspirasinya. Christoffel telah menjauhkan diri dari dirinya yang lama dengan cara lama ...
Koleksi senjata, tekstil dan objek budaya material lainnya yang ia temukan di kehidupan lamanya menjadi penghalang bagi Christoffel untuk menemukan ketenangan dan kedamaian. Tidak diragukan lagi karena pengaruh istrinya, dia memutuskan untuk menawarkan pinjaman tersebut kepada Kota Antwerp pada tahun 1921....Setelah kematiannya di tahun 1962, Hans Christoffel juga meninggalkan lima bendera perang dari masa Aceh. Namun, dengan instruksi khusus untuk membakarnya setelah kematiannya karena dia meyakini bahwa mereka memiliki semacam sihir hitam. Namun, penerima peninggalan yang juga anggota keluarga Van Rijswijck, menganggapnya terlalu berharga untuk dihancurkan. Hingga kemudian, akhirnya mereka menyumbangkannya ke Ethnographical Antwerp Museum. Dengan instruksi untuk 'hormat' kepada mereka, karena mungkin ada darah dari mereka berasal ekspedisi Gajo-Alas. Bendera-bender itu sekarang dianggap sebagai bendera peninggalan perang Aceh yang terbaik dan masih terlestarikan seperti saat pertama kali didapatkan. selain itu juga ada koleksi peninggalan sejumlah 1.153 item, terdiri dari 670 buah berupa senjata dan sisanya berupa tekstil, perhiasan, barang rumah tangga, dan barang lain. Sekarang seluruh koleksi tersebut menjadi bagian penting dari koleksi Museum MAS (Museum Aan de Stroom) di Antwerp, Belgium.
Lokasi dan Tempat
Bronbeek Museum
Bronbeek adalah sebuah bangunan bekas istana kerajaan yang terletak di kota Arnhem, Belanda. Semenjak dibeli oleh Raja Belanda William III, bangunan ini disumbangkan ke Negara Belanda dan difungsikan sebagai rumah tinggal bagi para veteran tentara Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL) sekaligus untuk menyimpan berbagai "souvenir" para tentara itu ketika bertugas. Karena banyaknya artefak yang tersimpan, rumah tinggal para veteran ini dikembangkan menjadi museum yang menyimpan sejarah Kerajaan Belanda di masa kolonial di Dutch East Indies (Hindia Belanda). Fokus koleksi yang dipamerkan secara permanen di Bronbeek museum adalah berbagai artefak dan arsip berisi sejarah Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL) atau the Royal Dutch-Indian Army dan lawan-lawannya sebagai bagian dari sejarah kehadiran kolonial Belanda di Asia Tenggara, khususnya di Hindia Belanda. Pengembangan museum ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran terhadap sejarah dan cerita masa lalu Belanda di era kolonial dan untuk meningkatkan minat terhadap hal ini. Bronbeek museum selain menyimpan berbagai artefak sejarah dari Indonesia di masa kolonial juga menyimpan berbagai dokumentasi dan arsip tentang para tentara Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL) ketika bertugas di Hindia Belanda (Indonesia). Salah satunya adalah koleksi yang berupa arsip, dokumen, foto, maupun artefak yang memiliki kaitan erat dengan Hans Christoffel ketika bertugas sebagai tentara KNIL.
Museum aan de Stroom (MAS)
Museum aan de Stroom (MAS) adalah museum terbesar yang terletak di kota Antwerp, yaitu kota pelabuhan yang selama beberapa abad menjadi titik pertemuan dan pertukaran antara orang-orang dari seluruh dunia. Museum aan de Stroom (MAS) mengoleksi berbagai artefak, karya seni, hingga berbagai benda yang terkumpul karena arus pertemuan orang-orang yang datang ke Antwerp dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Hingga saat ini, MAS memiliki koleksi dengan jumlah sangat banyak hingga mencapai sekitar 500.000 item dan masih terus bertambah. MAS menggunakan seluruh koleksi untuk membentuk narasi baru yang terbagi menjadi beberapa tema utama, antara lain tentang hubungan politik kekuasaan dan pelabuhan dunia. Selain itu juga bercerita tentang pengaruh makanan sebagai salah satu unsur berbentuk kebudayaan di masa lalu, sekarang dan masa depan. Hingga narasi tentang hubungan antara kehidupan dan kematian, manusia dan tuhan, maupun konsepsi di atas dan di bawah dunia. Beberapa koleksi yang disimpan di MAS (Museum Aan de Stroom) adalah benda-benda yang semula di koleksi oleh Hans Christoffel dan didapatkannya dari berbagai daerah di Indonesia, antara lain dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi. Beberapa koleksi Hans Christoffel dari Indonesia dipamerkan dalam pameran permanen MAS disertai dengan narasi tentang Hans Christoffel, Sisingamangaraja XII dan hubungan keduanya dimasa kolonial.
Antwerp, Belgia
Antwerp atau Antwerpen adalah salah satu kota pelabuhan utama di Belgia yang terletak di muara sungai Scheldt. Selain memiliki Museum aan de Stroom (MAS) yang menyimpan koleksi berupa berbagai artefak dan benda-benda koleksi Hans Christoffel, kota ini merupakan tempat Hans Christoffel menghabiskan waktunya dan tinggal bersama istrinya setelah mengundurkan diri dari Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL). Beberapa peninggalan dari Hans Christoffel selain koleksi benda bersejarah dari Indonesia yang di koleksi di MAS, antara lain adalah rumah-rumah yang dulu menjadi tempat tinggal Hans Christoffel yang tersebar di seputar kota Antwerp.
Artefak Hans Christoffel
Dalam kunjungan penelitian ke Museum aan de Stroom di kota Antwerp - Belgium dan Bronbeek museum di kota Arnhem - Belanda, Lifepatch tidak banyak menemukan rekam jejak, dokumentasi sejarah, maupun artefak dari Hans Christoffel semenjak sang Kapten membakar berbagai buku harian dan catatan, foto dan laporannya sebagai penanda perubahan dalam filosofi hidup dan cara pandangannya terhadap masa lalunya. Namun, melalui bantuan rekam jejak dari registasi kemiliteran dalam Stamboek Officieren Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL), beberapa foto diri Hans Christoffel, surat-surat telegram pelaporan dalam penugasan, dan The Eresabel sebagai satu-satunya artefak milik Hans Christoffel yang dimiliki oleh Bronbeek Museum, serta bantuan dari beberapa file rekaman digital surat kabar dan foto-foto tentang Hans Christoffel yang tersimpan dalam koleksi Museum aan de Stroom, dapat dilakukan reka ulang jejak sejarah yang telah dilalui oleh Hans Christoffel.
Stamboek van Officieren Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL)
Stamboek Officieren Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) adalah dokumentasi berupa kumpulan registrasi dan catatan dari setiap perwira KNIL ketika bertugas di Hindia Belanda dan saat ini tersimpan secara digital di Bronbeek Museum. Stamboeken Officieren berisi tentang data-data seorang perwira selama bertugas, meliputi: masuk pertama kali menjadi seorang tentara kerajaan Belanda, relokasi dan penugasan, operasi militer yang diikuti, promosi jabatan, cedera, hingga saat berhenti dari pelayanan militer baik penghentian, pensiun maupun kematian yang terhormat. Selain rekam dokumentasi pelayanan dalam dunia militer, Stamboek Officieren juga berisi sejumlah data pribadi, seperti tempat kelahiran dan nama orang tuanya, nama pasangan, hingga nama anak.
Dalam penelitian lifepatch ke Bronbeek museum di kota Arnhem, Belanda, Stamboek Officieren Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) milik Hans Christoffel yang menjadi koleksi Bronbeek Museum menjadi salah satu artefak utama untuk merangkai narasi sejarah Hans Christoffel selama bertugas di Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL), termasuk memberi rekam jejak berbagai penugasan yang dilakukan selama di Hindia Belanda, berbagai prestasi yang dicapainya, hingga persinggungannya dengan Si Singamangaraja XII.
Eresabel
The Eresabel adalah penghargaan tertinggi untuk keberanian dan prestasi seseorang dalam dunia militer kerajaan Belanda. Hanya para tentara dengan gelar Knights dalam jajaran Military Willems Order yang berhak menerimanya. Raja atau Ratu akan menghadiahkan pedang yang dihiasi ukiran pada bilah maupun sarungnya untuk selalu dikenakan bersamaan dengan seragam militer yang dimilikinya.
Hingga saat penelitian dilakukan oleh Lifepatch pada bulan September 2017, tercatat bahwa telah terdapat 106 buah Eresabel yang telah dianugerahkan pada para tentara pilihan dari Kerajaan Belanda dan salah satunya adalah Hans Christoffel.
Pada Eresabel milik Hans Christoffel terukir beberapa kalimat sebagai berikut:
- pada sisi kanan: "KONINGIN WILHELMINA voor betoonde dapperheid"
- pada sisi kiri: "FLORES 1907 EN 1908 KAPITEIN DER INFANTERIE H. CHRISTOFFEL"
Dalam penelitian lifepatch ke Bronbeek museum di kota Arnhem, Belanda, Eresabel milik Hans Christoffel adalah satu-satunya artefak peninggalan berupa benda pribadi milik Hans Christoffel yang masih tersimpan dengan baik dalam gudang penyimpanan Bronbeek museum hingga saat ini.
Artikel Tentang Hans Christoffel dalam Surat Kabar
Rekam digital berupa scan surat kabar yang menjadi koleksi Museum aan de Stroom menjadi salah satu rekam jejak sejarah Hans Christoffel. Beberapa scan digital yang diperoleh Lifepatch dari koleksi Museum aan de Stroom menjadi salah satu sumber informasi penting dalam membaca perjalanan Hans Christoffel semenjak masih bertugas di KNIL hingga ketika dia berada di masa tuanya yang berubah drastis dan membakar berbagai buku harian dan catatan, foto dan laporannya untuk menghilangkan catatan masa lalunya.
De Sumatra Post - 21 Oktober 1910
Zigsman dari De Sumatra Post menulis sebuah artikel tentang pengunduran diri Hans Christoffel di tanggal 21 Oktober 1910. Dalam artikel dalam bentuk scan digital yang masih disimpan oleh Museum Aan de Stroom tersebut, Zigsman memberi penekanan dan penilaian pada pilihan Christoffel untuk mengundurkan diri adalah hal yang sangat disayangkan dan menulis bahwa, bila saja Christoffel menghilang atau lenyap di salah satu misinya, semua prestasi yang diraih akan berkilau dan menjadi puncak kejayaannya. Tidak seperti veteran lainnya yang memilih pensiun dan perlahan menghilang tanpa jejak.
Sedangkan artikel Zigsman berdasar terjemahan dari tulisan Willy Durinx (Co- Curator 'Collectie Christoffel' di Museum aan de Stroom (MAS) Antwerp, Belgium) sebagai berikut:
- "Christoffel got his Honourable Dismissal... "
- "Ever since he is hand over heels in love, he seems to have tired of life in the jungle. The fearless scout, bushranger and tracker, the warrior who was able to inspire his Ambonese soldiers to superhuman deeds, the hero who never sidestepped an obstacle, has succumbed to the whims of the daughter of an Antwerp Mayor. The East India Army forfeited him. The pleasures of life in Europe were more attractive to a man who had never before enjoyed them. He had his permission for leave extended time and again, and he returned reluctantly to the remote Tropics. He got his retirement for what seems a trifle in his extensive career. Oh, If only he would have disappeared on the pinnacle of his Glory! After he had done his unbelievable marauding through darkest Borneo, or his glorious feats against the insurgent leaders on Celebes, or, near here, his marvellous quest to apprehend Si Singamangaraja, the mystical priest-king who had eluded everyone but Christoffel. If he would have disappeared then, his career in the Indies would have been a truly great achievement, with a glittering lining. Now, like the others, he will disappear into oblivion like the others who went into retirement!” (De Sumatra Post, October 21st 1910)
De Telegraaf - 21 April 1940
Artikel wawancara Hans CHristoffel dalam De Telegraaf berjudul "Een ridder M.W.O. verhaalt van den Atjeh-oorlog" (Seorang Knight M.W.O. (Militaire Willems-Orde) mengingat perang di Atjeh) yang diterbitkan pada tanggal 21 April 1940 berisi tentang kehidupan sang legenda di masa tua dan bagaimana pandangannya terhadap kisah dan cerita di masa lalunya. Scan digital artikel yang masih disimpan oleh Museum Aan de Stroom tersebut menjadi salah satu artefak penting sebagai dokumentasi bagaimana Hans Christoffel mengubah pandangan hidupnya secara drastis dari seorang tentara dengan karier cemerlang dan ditakuti oleh musuh-musuhnya menjadi seorang pribadi yang ingin menghilangkan masa lalunya dan memulai hidup yang benar-benar baru.
Beberapa pandangan Hans Christoffel yang terungkap dalam wawancara itu berdasar terjemahan dari tulisan Willy Durinx (Co- Curator 'Collectie Christoffel' di Museum aan de Stroom (MAS) Antwerp, Belgium) dapat dapat kembali dikutip sebagai berikut:
- Ik heb in Indië mijn plicht gedaan, maar ook niets meer. En het is allemaal al zoo schrikkelijk lang geleden…
- "I have done my duty in Indië, but nothing else. And it's all so terribly long ago..."
- Dertig jaar geleden heb ik een gordijn laten vallen over alles wat er gebeurd was. Ik heb de rimboe van mij afgescuh, ben een nieuw leven begonnen, heb over het vroegere zoo weinig mogelijk gedacht, heb rust gezocht en gevonden….
- "Thirty years ago, I dropped a curtain about everything that had happened. I shook off all my time in the jungle, started a new life, thought about the past as little as possible, searched for and found peace."
- Met een verleden, waarmee ieder ander maar al te gaarne pronken zou, heft kapitein Christoffel volmaakt gebroken. Hij heft alle bescheiden uit zijn Indischen tijd, rapporten, brieven, foto’s…. verbrand!
- "With the history where everybody else would be happy to boost about, Christoffel has completely broken with it. He has burned all things from his Indischen time, reports, letters, pictures...."
Artefak-artefak Kronologi Pengejaran Si Singamangaraja XII oleh Hans Christoffel Dalam Perang Tapanuli / Perang Batak (1878 - 1907)
Perang Tapanuli atau perang Batak terjadi selama 29 tahun dari tahun 1878 hingga tahun 1907 yang terjadi antara masyarakat Toba yang dipimpin oleh Si Singamangaraja XIII dan tentara pemerintah kolonial Belanda. Salah satu pemicu meletusnya perang di Tano Toba adalah usaha pemerintah kolonial Belanda dalam menerapkan Pax Neerlandica di Nusantara, yaitu penerapan dan penegasan otoritas Belanda melalui penyatuan dan pemulihan keamanan (unification dan pasification) di kepulauan Hindia Belanda sebagai satu kesatuan dengan wilayah Kerajaan Belanda. Hal ini dilakukan untuk membuat seluruh wilayah yang dikuasai Belanda menjadi aman dan terkendali di bawah sistem administrasi yang dikelola oleh pemerintah Belanda.
Perang Tapanuli meletus bermula dari langkah pemerintah kolonial dalam menerapkan Pax Neerlandica di Tano Toba melalui penempatan pasukkannya di Tarutung dengan dalih bertujuan untuk melindungi penyebar agama Kristen yang tergabung dalam Rhijnsnhezending. Sebuah organisasi zending yang salah satu tokoh penyebarnya di Tano Toba bernama Ludwig Ingwer Nommensen (orang Jerman). Sebuah langkah yang memicu Si Singamangaraja XIII mengambil sikap dengan perlawanan terhadap Belanda di Tarutung. Perang berlangsung selama tujuh tahun di daerah Tapanuli Utara, seperti di Bahal Batu, Siborong-borong, Balige Laguboti dan Lumban Julu. Pada tahun 1894, Belanda melancarkan serangan untuk menguasai Bakkara, pusat kedudukan dan pemerintahan Kerajaan Batak. Akibat penyerangan ini, Si Singamangaraja XII terpaksa pindah ke Dairi Pakpak.
Pada tahun 1904, pasukan Belanda, dibawah pimpinan Van Daalen dari Aceh Tengah, melanjutkan gerakannya ke Tapanuli Utara, sedangkan di Medan didatangkan pasukan lain. langkah yang semakin membuat perang semakin memanas. Hingga akhirnya, Perang Tapanuli yang telah berlangsung semenjak tahun 1878 berpuncak pada langkah pemerintah Belanda melakukan operasi militer di tahun 1907. Dalam operasi militer ini, unit kecil kesatuan Maréchaussée bernama “Tiger Brigade” (Colonnie Matjan) dibawah pimpinan Kapitein Hans Christoffel dikirim khusus untuk mengejar Si Sisingamangaraja XII dan mengakhiri perang Tapanuli. Setelah mengejar melalui daerah pegunungan Batak sejauh ratusan mil, terdapat beberapa pertempuran yang terjadi. Di salah satu pertempuran di salah satu markas persembunyian pasukan Si Singamangaraja XII dan keluarganya, meskipun Si Singamangaraja XII dan para pengikutnya berhasil melarikan diri ke hutan Simsim, Kapten Hans Christoffel dan pasukan berhasil menangkap Boru Sagala, istri Si Singamangaraja XII serta dua orang anaknya. Hingga akhirnya, setelah beberapa pertempuran, Si Singamangaraja terjebak dalam pertempuran di sebuah jurang. Dalam pertempuran pada tanggal 17 Juni 1907, Si Singamangaraja XII gugur bersama dengan putrinya yang bernama Boru Lopian dan kedua orang putranya yang bernama Sutan Nagari dan Patuan Anggi. Selain itu, juga terdapat 4 (empat) orang pengawal yang juga gugur. Keberhasilan “Tiger Brigade” (Colonnie Matjan) dibawah pimpinan Kapitein Hans Christoffel ini menjadi puncak dan tanda berakhirnya perang Tapanuli.
Deksripsi lengkap tentang Si Singamangaraja XII dapat diakses pada laman Si Singamangaraja XII >>>disini]<<<
Telegram laporan perkembangan operasi militer
Dalam proses pengejaran tersebut, terdapat 2 (dua) artefak atau arsip berupa telegram yang merupakan koleksi arsip Bronbeek Museum sebagai sumber informasi dan penanda proses pengejaran Kapten Hans Christoffel dan Colonnie Matjan terhadap Si Singamangaraja XII. Sedangkan proses pengejaran Si Singamangaraja XII oleh pasukan Hans Christoffel dapat terlihat dari peta pengejaran dalam publikasi "De Laatste Batakkoning" Bronbeek Museum dan animasi pengejaran di pameran permanen di Museum Aan de Stroom. Berdasar kedua sumber tersebut, Lifepatch membuat kembali animasi proses pengejaran Si Singamangaraja XII oleh pasukan Hans Christoffel dan mendapat persetujuan dari Willy Durinx sebagai Co- Curator 'Collectie Christoffel' dan perwakilan dari Museum aan de Stroom (MAS) Antwerp, Belgium.
- Scan digital telegram dengan kode arsip 2.10.36.51 invnr. 85 koleksi Bronbeek Museum
- Telegram dengan penanda Letter K13 dikirim oleh Resident Tapianuli kepada Minister van Kolonien di Den Haag - Belanda pada tanggal 21 Mei 1907. Telegram tersebut berisi tentang keberhasilan Kapten Hans Christoffel dalam menangkap Boru Sagala, istri Si Singamangaraja XII serta dua orang anaknya, sementara itu Si Singamangaraja XII dan para pengikutnya berhasil melarikan diri ke hutan Simsim.
Hans Christoffel (barisan belakang tanpa mengenakan topi) bersama keluarga Si Singamangaraja XII. Duduk dari Kiri ke Kanan 1. Boru Nadeak (Istri kedua Si Singamangaraja XII), 2. Boru Situmorang (Ibunda Si Singamangaraja XII), 3. Boru Sagala (Istri Si Singamangaraja XII), serta berdiri mengenakan baju putih adalah Ama ni Pulo Batu, sepupu dari ibunda Si Singamangaraja XII. Sumber: Leiden University Library
- - Terjemahan isi Scan Digital Telegram Letter K13 Tertanggal 21 Mei 1907 berdasar publikasi Bronbeek Museum
- From the Resident of Tapianuli to the Minister of the Colonies
- Sent from Siboga 21st May 1907
- Received Den Haag 21st May 1907
- From the Resident of Tapianuli to the Minister of the Colonies
- - Terjemahan isi Scan Digital Telegram Letter K13 Tertanggal 21 Mei 1907 berdasar publikasi Bronbeek Museum
- (The) hiding-place (from the) Priest-King (Singamangaradja) was assaulted. (His) mother(,) wives (and) two daughters (were) captured. One Gajo man died.
- - Terjemahan isi Scan Digital potongan surat kabar berisi berita penangkapan keluarga Si Singamangaraja XII berdasar publikasi Bronbeek Museum
- Our Correspondent N. R. Ct. from Batavia:
- Captain Christoffel assaulted the hiding-place of Si Singamangarajah. However, treachery was involved. The mother, a wife and two daughters of the priest were captured and many precious things fell into our hands. The chase will be continued forcefully.
- Our Correspondent N. R. Ct. from Batavia:
- - Terjemahan isi Scan Digital potongan surat kabar berisi berita penangkapan keluarga Si Singamangaraja XII berdasar publikasi Bronbeek Museum
- Scan digital telegram dengan kode arsip 2.10.36.51 invnr. 86 koleksi Bronbeek Museum
- Telegram dengan penanda Letter Q16 dikirim oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Heutsz kepada Minister van Kolonien di Den Haag - Belanda pada tanggal 21 Juni 1907. Telegram tersebut berisi tentang pertempuran antara Kapten Hans Christoffel dan Colonnie Matjan melawan Si SIngamangaraja XII dan kelompok pendukungnya yang menolak tawaran untuk menyerah. Dalam pertempuran yang terjadi pada tanggal 17 Juni 1907, Si Singamangaraja XII gugur bersama dengan putrinya yang bernama Boru Lopian dan kedua orang putranya yang bernama Sutan Nagari dan Patuan Anggi. Selain itu, juga terdapat 4 (empat) orang pengawal yang juga gugur.
- - Terjemahan isi Scan Digital Telegram Letter Q16 tertanggal 21 Juni 1907 berdasar publikasi Bronbeek Museum
- From the Governor-General if the Dutch Indies to the Minister of the Colonies.
- Nr. 777
- Presented at Tjipanas, the 21st June 1907
- Received Den Haag on 21st June 1907 at 7:16 a.m.
- From the Governor-General if the Dutch Indies to the Minister of the Colonies.
- - Terjemahan isi Scan Digital Telegram Letter Q16 tertanggal 21 Juni 1907 berdasar publikasi Bronbeek Museum
- (Captain) Christoffel again assaulted, on the 17th, the hiding-place of Si Singamangarajah. He was killed together with two of his sons and four of his followers.
- Signed: Van Heutsz
Berita keberhasilan operasi militer dan gugurnya Si Singamangaraja XII dalam surat kabar
Keberhasilan Hans Christoffel menyelesaikan operasi militernya di Tano Toba dengan ditandai gugurnya Patuan Bosar Ompu Pulo Batu atau Si Singamangaraja XII menjadi berita besar. Hal yang tidak hanya menjadi penanda selesainya sebuah operasi militer tetapi juga menjadi penanda berakhirnya Perang Tapanuli yang telah berjalan selama 29 tahun semenjak tahun 1878 hingga 1907. Sehingga tanpa memerlukan waktu panjang, kisah tentang Hans Christoffel menjadi salah satu sumber berita hangat dalam berbagai surat kabar dan menganggapnya sebagai pahlawan di negara Belanda.
- Terjemahan bebas berita berjudul "Kapitein Christoffel" di halaman 2 surat kabar "Het Nieuws Van Den Dag" tertanggal 21 Juni 1907
- Captain Christoffel
- Only a few and simple words will be given to crowning the officer, the unpredictable, the inspiring captain who only in a few weeks could fulfil an enormously hard task with an excellent result.
- We do not want to make any comparisons, we do not want to quarrel with anyone: we only envious with Captain Christoffel: Seeing a man who honored by his position; a man who does more than his duty, the nation good servant, an officer who could make the Nederlandsch Indische Leger may be proud.
- The long-sought-after Singamangaradja is ended; His followers have fallen with him or caught in our hands ... to Christoffel, whose policies, faithfulness and courage, who have achieved such an important result in the Sumatran regions. The Dutch people, the Indian residents thank him ......
- Terjemahan bebas berita berjudul "Schitterend Succes van Kapitein Christoffel" di halaman 3 surat kabar "Het Nieuws Van Den Dag" tertanggal 21 Juni 1907
- Glorious Success of Captain Christoffel
- Captain Christoffel's end:
- On the 17th, once again I assaulted the shelter (of the long-suffering Priestervorst) at Peradja in the hot forest. Si Singamangaradja and his eldest son: Soetan Negari was killed. In addition, toean Anggi, the four followers, also the infamous Mat Sawang, who was attacked Lieutenant Watrin. Caught: five children of Si Singamangaradja, one of them was injured by accident. Also a follower, who was also injured. The booty consists of a gun mod. 1895, a back loader, blank weapons and jewellery.