Jakarta Biennale 2013

From Lifepatch - citizen initiative in art, science and technology
Jump to navigation Jump to search

Teks diambil dari situs resmi Jakarta Biennale 2013 pada tanggal 9 November 2013.

Flyer Publikasi Jakarta Biennale 2013

Siasat

Jakarta Biennale 2013 mengusung tema “SIASAT”. Sebagai kata serapan dari bahasa Arab, “siyasah” memiliki makna yang luas dalam bahasa Indonesia. Selain investigasi maupun kritik, ia juga bisa berarti politik, muslihat, taktik, maupun “akal” untuk mencapai tujuan. Melalui SIASAT, Jakarta Biennale 2013 ingin memeriksa ulang posisi warga dalam menyiasati keterbatasan, ketidakstabilan, masalah, ancaman, potensi, maupun kesempatan yang dihadapi di ruang kota. Bagaimana siasat-siasat warga tersebut lahir secara organik, tumbuh secara mengejutkan, serta membentuk struktur dan pola tersendiri, dan akhirnya berperan dalam kehidupan kota.

Dengan tema SIASAT, Jakarta Biennale 2013 mengundang 50-an seniman individu maupun kelompok, melibatkan ratusan warga dan puluhan kolaborator lintas disiplin. Selain dari Indonesia, seniman peserta berasal dari Belanda, China, Kanada, Prancis, Afrika Selatan, Australia, Argentina, Jerman, Meksiko, Korea Selatan, Kenya, Palestina, Vietnam, Republik Ceska, dan Malaysia. Sebagian besar karya mereka merupakan hasil kerja bersama dengan komunitas atau warga maupun suatu intervensi di ruang publik.

Pameran di Teater Jakarta – Taman Ismail Marzuki

Gedung Teater Jakarta di Taman Ismail Marzuki. Di parkir basement gedung inilah pameran Jakarta Biennale 2013 diselenggarakan.

Deskripsi Pameran

Bagai mengikuti tema SIASAT yang diusung Jakarta Biennale tahun ini, ruang parkir bawah tanah Teater Jakarta disiasati menjadi ruang pameran. Beragam medium karya, dari instalasi, proyeksi video, mural, maupun lukisan memenuhi ruang ini, mewakili ragam gagasan yang diangkat para seniman.

Berbagai pendekatan terhadap tema dilakukan. Ada seniman-seniman yang membahas persoalan budaya dan sosial, seperti melacak modifikasi-modifikasi yang dilakukan warga akan “budaya impor”, mempertanyakan keyakinan atas mitos-mitos, gagasan intelektual, maupun standar kelayakan hidup. Ada pula seniman-seniman yang berkolaborasi dengan warga, baik di perkotaan maupun perdesaan, demi mendukung kenyamanan maupun keterlibatan warga dalam menjalani kehidupan sosialnya. Sebagian seniman lain fokus pada pendekatan sejarah. Ada seniman-seniman yang membandingkan pengaruh rezim politik terhadap perkembangan seni rupa di Eropa Timur dan di Indonesia, menampilkan temuan perihal kegiatan politik warga keturunan Arab di Indonesia. Selain itu, beberapa seniman berkarya dengan bahan pangan. Ada yang menawarkan cara memasak alternatif dengan menggunakan bakteri, maupun membicarakan polemik kebangsaan lewat satu makanan khas Palestina yang justru digemari oleh lidah orang Israel.

Pembukaan

Pembukaan pameran akan berlangsung pada:

  • Hari/Tanggal: Sabtu, 9 November 2013
  • Waktu: 19.00 WIB
  • Tempat: Pelataran dan Ruang Parkir Bawah Tanah Teater Jakarta – Taman Ismail Marzuki
  • Alamat: Jl. Cikini Raya No. 73 Jakarta Pusat

Dimeriahkan oleh performans Melati Suryodarmo (Indonesia), Khaled Jarrar (Palestina), disc jockey dari Café Mondo Jakarta, dan OM Pengantar Minum Racun.

Detail Pameran

Pameran berlangsung pada:

  • Hari/Tanggal: 10-30 November 2013
  • Waktu: 11.00–20.00 WIB
  • Tempat: Ruang Parkir Bawah Tanah Teater Jakarta – Taman Ismail Marzuki
  • Alamat: Jl. Cikini Raya No. 73 Jakarta Pusat

Peserta

Pameran ni menampilkan karya-karya dari:

  1. Abdulrahman Saleh (Indonesia)
  2. Ace House Collective (Indonesia)
  3. Agan Harahap (Indonesia)
  4. Anton Ismael (Indonesia)
  5. Artlab ruangrupa (Indonesia) & Keg De Souza (Australia)
  6. Babi Badalov (Azerbaijan, Prancis)
  7. Casco (Belanda)
  8. Davy Linggar (Indonesia)
  9. Enrico Halim (Indonesia)
  10. Etienne Turpin (Kanada)
  11. Ho Tzu Nyen (Singapura)
  12. Icaro Zorbar (Kolombia)
  13. Jimmy Ogonga (Kenya)
  14. Julia Sarisetiati (Indonesia)
  15. Khaled Jarrar (Palestina)
  16. Lifepatch Collaboration (Indonesia)
  17. Lost Generation (Malaysia)
  18. Melati Suryodarmo (Indonesia)
  19. Mixrice (Korea Selatan)
  20. Moelyono (Indonesia)
  21. Mufti Priyanka alias Amenk (Indonesia)
  22. Narpati Awangga alias Oomleo (Indonesia)
  23. Nguyen Trinh Thi (Vietnam)
  24. Paul Mondok (Filipina)
  25. Saleh Husein (Indonesia)
  26. Sanggar Anak Akar (Indonesia)
  27. Serrum & Dinas Artistik Kota (Indonesia)
  28. Tranzit (Republik Ceska)
  29. Visual Arts Network of South Africa / VANSA (Afrika Selatan)
  30. Wok The Rock (Indonesia)
  31. Xu Tan (China)
  32. Yusuf Ismail (Indonesia)

Pameran di Museum Seni Rupa dan Keramik

Museum Seni Rupa dan Keramik di Jakarta Barat, salah satu lokasi pameran untuk Jakarta Biennale 2013

Gedung Museum Seni Rupa dan Keramik karya arsitek W.H.F.H. van Raders ini dibangun pada 1870 dengan arsitektur gaya Neo Klasik. Setelah beberapa kali beralih fungsi selama masa penjajahan Belanda, pendudukan Jepang, dan setelah kemerdekaan Republik Indonesia, gedung ini diresmikan sebagai Gedung Balai Seni Rupa saat Orde Baru pada 1976. Di dalam gedung ini terdapat Museum Keramik yang diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1977. Semenjak 1990, Balai Seni Rupa digabung dengan Museum Keramik menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik. Gedung yang termasuk sebagai bangunan cagar budaya ini menyimpan lebih dari 500 karya seni rupa Indonesia.

Deskripsi Pameran

Ada Jakarta kecil dalam Museum Seni Rupa dan Keramik. Kelima karya yang ditampilkan di museum ini dibuat di Jakarta, tentang Jakarta, dari beragam perspektif, sebagaimana domisili para seniman: dari Jakarta, luar Jakarta, dan luar Indonesia. Sejumlah seniman berkolaborasi dengan komunitas setempat untuk mengadakan investigasi “kebenaran fiksi” tentang kawasan Senen berdasarkan berbagai karya sastra Indonesia. Di museum itu pula ada seniman yang membuat karya fiksi berdasarkan tempat penuh sejarah itu.

Lain lagi dengan amatan seorang seniman asal Argentina. Berbekal peta dan pengetahuannya akan kepadatan lalu lintas ibukota, ia merekam kawannya melintasi jalanan ramai di Jakarta, masuk dari satu pintu, keluar dari pintu lain di jalan yang berbeda, menjadi sebuah cerita film. Karya lain adalah presentasi dokumentasi proyek-proyek sosial di sejumlah kawasan ibukota. Ada presentasi tentang pengadaan fasilitas umum bagi warga, ada pula presentasi hasil kolaborasi dengan kelompok orkes Tanjidor asal Pasar Rebo.

Detail Pameran

Pameran akan diadakan pada:

  • Hari/Tanggal: 9–30 November 2013
  • Waktu: Selasa – Minggu: 09.00–15.00 WIB, hari Senin dan hari libur nasional tutup
  • Tempat: Museum Seni Rupa dan Keramik
  • Alamat: Jl. Pos Kota No. 2 Jakarta Barat

Peserta

Pameran ini akan menampilkan karya - karya dari:

  1. Akumassa (Indonesia)
  2. Jatiwangi Art Factory & TROTOARt (Indonesia)
  3. Mella Jaarsma & Nindityo Adipurnomo (Indonesia)
  4. M.R. Adtyama Pranada (Indonesia)
  5. Sebastian Diaz Morales (Argentina)

Program di Ruang Kota Jakarta

Deskripsi Acara

Dalam perhelatan Jakarta Biennale tahun ini, warga ibukota dapat mengalami beragam karya seni di tempat-tempat yang biasa mereka huni dan lalui. Di sejumlah tembok kota, ada mural yang dapat dilihat selama Jakarta Biennale berlangsung. Di sejumlah ruang publik seperti di Teater Kecil – Taman Ismail Marzuki, Taman Suropati, Pasar Burung Pramuka, dan pusat keramaian lain, berbagai performans diadakan pada November 2013. Dari performans yang melibatkan tubuh, hingga gerak benda-benda.

Bertempat di kota yang identik dengan kemacetan, Jakarta Biennale 2013 turut membuka ruang bagi kegiatan berkesenian lewat sarana transportasi. Di lima wilayah Jakarta selama Oktober 2013, diantar bemo bertenaga listrik, diadakan kolaborasi antara guru dan seniman yang mengajak siswa dan pedagang setempat untuk beraktivitas seni di ruang publik. Sepanjang Oktober itu pula, para seniman juga mengadakan berbagai proyek seni yang melibatkan warga. Di antaranya, ada lokakarya yang mengajak puluhan pedagang barang bekas dan pemulung untuk menghiasi gerobak sarana penghidupan yang mereka tarik sehari-hari, dengan teks dan gambar yang mewakili keseharian mereka.

Sebagian dari proyek yang melibatkan warga kota itu dipresentasikan di ruang parkir bawah tanah Teater Jakarta dan Museum Seni Rupa Keramik pada 9–30 November 2013. Di awal pameran itu pula, di gerbang Taman Ismail Marzuki ada instalasi raksasa yang terbuat dari ratusan plat nomor kendaraan, cukup besar bagi warga untuk masuk dan berinteraksi di dalamnya.

Instalasi, lokakarya, performans, dan proyek seni rupa

  1. Abdurahman Saleh alias Maman (Indonesia)
  2. Akumassa (Indonesia)
  3. Awan Simatupang (Indonesia)
  4. Enrico Halim (Indonesia)
  5. Etienne Turpin (Kanada)
  6. Jatiwangi Art Factory & TROTOARt (Indonesia)
  7. KUNSTrePUBLIK (Jerman)
  8. Melati Suryodarmo (Indonesia)
  9. Mella Jaarsma & Nindityo Adipurnomo (Indonesia)
  10. Serrum & Dinas Artistik Kota (Indonesia)

Mural

  1. Anuri alias Pak Nur (Indonesia)
    Jembatan Layang di Jl. T.B. Simatupang, Tanjung Barat, Jakarta Selatan.
  2. Eko Nugroho (Indonesia)
    Terowongan RC Veteran, Jl.RC Veteran Raya Jakarta Selatan Gerbang tol dari tanah kusir menuju arah BSD.
  3. Fintan Magee (Australia)
    Gardu Listrik Panglima Polim (Belakang Kampus Interstudi), Jl. Wijaya II No. 62. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
  4. Guntur Wibowo (Indonesia)
    Tembok Kampung Ambon, Kelurahan Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta Barat.
  5. Riyan Riyadi alias The POPO (Indonesia)
    Tembok Jembatan Layang Pasar Pagi ‘Asemka’, Jl. Lapangan Stasiun No. 1, Jakarta Barat.
  6. Rizky Aditya Nugroho alias BUJANGAN URBAN (Indonesia)
    Tembok di depan BNI 46, Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat.
  7. Ruli Bandhriyo alias LOVEHATELOVE (Indonesia)
    Jembatan Layang Simprug, Jl. Arteri Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Partisipasi Lifepatch di Jakarta Biennale 2013

Foto bersama Dining Space Project di Jakarta Biennale 2013. Dari kiri ke kanan: Nico, Andreas Siagian, Yohannes Sigit, Adhari Donora, Elia Nurvista, Endang Lestari, Eira Prameswari, Ivan Bestari Minar Pradipta, Afi, Krishna Waworuntu, Herdiyansah, Nur Akbar Arofatullah

Penghantar

Dining Space Project adalah sebuah proyek kolaborasi dari Elia Nurvista, Otakatik Creative Workshop, Teapot Experience, Permablitz Jogja dan Lifepatch untuk menghadirkan sebuah 'Ruang/Tempat/Hidup/Alur Makan" dalam program pameran Jakarta Biennale 2013. Kelima seniman/grup ini dipilih berdasarkan praktik mereka yang berbasis DIY (do-it-yourself) dan DIWO (do-it-with-others) dan juga aktif dalam distribusi pengetahuan alternatif dalam praktik yang mereka lakukan. Dalam proyek ini, para individu/grup seniman "bersiasat" dalam menanggapi budaya makan serta pola perilaku makan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

Istilah DIY telah masuk dan menyebar dalam praktik keseharian masyarakat. Praktik ini merupakan salah satu siasat dalam menemukan solusi dan atau perwujudan sebuah tujuan dalam kehidupan sehari-hari. Pada masa kini, praktik DIYmerangkup luas di pergerakan seni dan kerajinan, dimana pergerakan ini berkaitan erat untuk membuka pilihan alternatif daripada kebudayaan konsumtif. Tidak jarang pula, praktik DIY menjadi sebuah metode pembelajaran alternatif dan kreatif dalam masyarakat itu sendiri. Hal ini memicu munculnya estetika-estetika baru yang tercipta dari situasi dan kondisi dari lingkungan para pelaku. Pada intinya, praktik DIY merupakan buah dari semangat untuk membangun sistem sendiri dengan memanfaatkan sumber daya yang terjangkau di sekitarnya.

Pada saat ini, budaya makan telah menjadi salah satu sorotan utama pada saat ini baik secara lokal maupun global. Sorotan ini menjadi wajar mengingat aktifitas "makan" yang menjadi pola dan perilaku dasar konsumtif dari manusia. Pertanyaan seperti "apa yang kita makan?" hingga "darimana makanan ini berasal?" seringkali muncul dalam kehidupan sehari-hari. Merunut sejarah, proses penggunaan api dalam pengolahan makanan menjadi sebuah siasat awal dalam perkembangan peradaban awal manusia yang berpengaruh dramatis terhadap budaya pada saat itu. Dalam sebuah rumah, dapur menjadi laboratorium yang paling dekat dan erat dengan kehidupan manusia sehari-hari, dimana eksperimen dan aktifitas membuat sesuatu untuk keperluan konsumsi dasar manusia terjadi. Di praktek edukasi, resep makanan merupakan bentuk tutorial tertua di dimana distribusi pengetahuan dalam membuat makanan dapat dilihat di seluruh peradaban di dunia.

Proyek ini ingin menampilkan isu-isu yang muncul di seputar budaya makan melalui praktek seni dan edukasi mulai dari proses pembuatan makanan dan minuman, praktek kreatif dalam pembuatan perlengkapan makan, hingga proses budidaya bahan makanan itu sendiri.

Lifepatch Collaboration

Di Jakarta Biennale 2013, tercantum lifepatch collaboration yang merupakan perwakilan dari proyek ini. Berikut dibawah ini tercantum personil yang terlibat dalam proyek ini:

Dengan dukungan besar dari:

Dokumentasi

Berikut dokumentasi terpilih dari kegiatan ini:

Dokumentasi Video oleh Jakarta Biennale

Sebuah video singkat mengenai penjelasan dari partisipasi Lifepatch Collaboration di Jakarta Biennale 2013: