Difference between revisions of "Hans Christoffel"
Line 34: | Line 34: | ||
File:19400421 De Telegraaf 21 April 1940 - Courtesy of Museum aan de Stroom.jpg | '''Hans Christoffel di artikel wawancara De Telegraaf, 21 April 1940''' ''(Courtesy of Museum Aan de Stroom)'' | File:19400421 De Telegraaf 21 April 1940 - Courtesy of Museum aan de Stroom.jpg | '''Hans Christoffel di artikel wawancara De Telegraaf, 21 April 1940''' ''(Courtesy of Museum Aan de Stroom)'' | ||
File:19610831-1-7 - Courtesy of Buschmann .jpg | '''Hans Christoffel, 1958 - Foto oleh Buschmann''' ''(Courtesy of Museum Aan de Stroom)'' | File:19610831-1-7 - Courtesy of Buschmann .jpg | '''Hans Christoffel, 1958 - Foto oleh Buschmann''' ''(Courtesy of Museum Aan de Stroom)'' | ||
+ | </gallery> | ||
+ | |||
+ | = Lokasi dan Tempat = | ||
+ | == Bronbeek Museum == | ||
+ | [[File:Bronbeek Museum Arnhem.jpg|300px|thumb|right|Museum Bronbeek di Arnhem, Belanda]] | ||
+ | Bronbeek adalah sebuah bangunan bekas istana kerajaan yang terletak di kota Arnhem, Belanda. Semenjak dibeli oleh Raja Belanda William III, bangunan ini disumbangkan ke Negara Belanda dan difungsikan sebagai rumah tinggal bagi para veteran tentara Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL) sekaligus untuk menyimpan berbagai "souvenir" para tentara itu ketika bertugas. Karena banyaknya artefak yang tersimpan, rumah tinggal para veteran ini dikembangkan menjadi museum yang menyimpan sejarah Kerajaan Belanda di masa kolonial di Dutch East Indies (Hindia Belanda). Fokus koleksi yang dipamerkan secara permanen di Bronbeek museum adalah berbagai artefak dan arsip berisi sejarah Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL) atau the Royal Dutch-Indian Army dan lawan-lawannya sebagai bagian dari sejarah kehadiran kolonial Belanda di Asia Tenggara, khususnya di Hindia Belanda. Pengembangan museum ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran terhadap sejarah dan cerita masa lalu Belanda di era kolonial dan untuk meningkatkan minat terhadap hal ini. | ||
+ | Bronbeek museum selain menyimpan berbagai artefak sejarah dari Indonesia di masa kolonial juga menyimpan berbagai dokumentasi dan arsip tentang para tentara Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL) ketika bertugas di Hindia Belanda (Indonesia). Salah satunya adalah koleksi yang berupa arsip, dokumen, foto, maupun artefak yang memiliki kaitan erat dengan Hans Christoffel ketika bertugas sebagai tentara KNIL. | ||
+ | |||
+ | == Museum aan de Stroom (MAS) == | ||
+ | [[File:Museum Aan de Stroom (MAS) di Antwerp.jpg|300px|thumb|right|Museum Aan de Stroom (MAS) di Antwerp, Belgia]] | ||
+ | Museum aan de Stroom (MAS) adalah museum terbesar yang terletak di kota Antwerp, yaitu kota pelabuhan yang selama beberapa abad menjadi titik pertemuan dan pertukaran antara orang-orang dari seluruh dunia. Museum aan de Stroom (MAS) mengoleksi berbagai artefak, karya seni, hingga berbagai benda yang terkumpul karena arus pertemuan orang-orang yang datang ke Antwerp dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Hingga saat ini, MAS memiliki koleksi dengan jumlah sangat banyak hingga mencapai sekitar 500.000 item dan masih terus bertambah. MAS menggunakan seluruh koleksi untuk membentuk narasi baru yang terbagi menjadi beberapa tema utama, antara lain tentang hubungan politik kekuasaan dan pelabuhan dunia. Selain itu juga bercerita tentang pengaruh makanan sebagai salah satu unsur berbentuk kebudayaan di masa lalu, sekarang dan masa depan. Hingga narasi tentang hubungan antara kehidupan dan kematian, manusia dan tuhan, maupun konsepsi di atas dan di bawah dunia. | ||
+ | Beberapa koleksi yang disimpan di MAS (Museum Aan de Stroom) adalah benda-benda yang semula di koleksi oleh Hans Christoffel dan didapatkannya dari berbagai daerah di Indonesia, antara lain dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi. Beberapa koleksi Hans Christoffel dari Indonesia dipamerkan dalam pameran permanen MAS disertai dengan narasi tentang Hans Christoffel, Sisingamangaraja XII dan hubungan keduanya dimasa kolonial. | ||
+ | |||
+ | == Antwerp, Belgia == | ||
+ | Antwerp atau Antwerpen adalah salah satu kota pelabuhan utama di Belgia yang terletak di muara sungai Scheldt. Selain memiliki Museum aan de Stroom (MAS) yang menyimpan koleksi berupa berbagai artefak dan benda-benda koleksi Hans Christoffel, kota ini merupakan tempat Hans Christoffel menghabiskan waktunya dan tinggal bersama istrinya setelah mengundurkan diri dari Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL). Beberapa peninggalan dari Hans Christoffel selain koleksi benda bersejarah dari Indonesia yang di koleksi di MAS, antara lain adalah rumah-rumah yang dulu menjadi tempat tinggal Hans Christoffel yang tersebar di seputar kota Antwerp. | ||
+ | |||
+ | <gallery mode="packed" widths=800px heights=200px perrow=1 caption="Bekas rumah Hans Christoffel Selama Hidupnya"> | ||
+ | File:Rumah HC 01.jpg | Rumah Hans Christoffel dan Adolphina Anna Maria van Rijswijck - ''The Keyserlei, Antwerp, 1904 Postcard - Courtesy of Willy Durinx (Museum aan de Stroom)'' | ||
+ | </gallery> | ||
+ | |||
+ | <gallery mode="packed" widths=200px heights=175 px perrow=3> | ||
+ | File:Rumah HC 02.jpg | ||
+ | File:Rumah HC 03.jpg | ||
+ | File:Rumah HC 04.jpg | Rumah Hans Christoffel sebelum meninggal di tahun 1962 | ||
</gallery> | </gallery> |
Revision as of 19:34, 5 November 2017
Berikut adalah catatan dalam penelitian Lifepatch mengenai Hans Christoffel sebagai dalah satu tokoh yang terlibat dalam perang Tapanoeli 1907
Hans Christoffel
Profil Hans Christoffel berdasar terjemahan bebas dari tulisan Willy Durinx, (Co- Curator 'Collectie Christoffel' di Museum aan de Stroom (MAS) Antwerp, Belgium.)
Hans Christoffel lahir pada 13 September 1865 sebagai salah satu putra Johann Christoffel dan Kathrina Battaglia dan tinggal di Rothenbrunnen, Kreis Trins, kanton Graubunden, Swiss. Didorong kemunduran ekonomi yang menyebabkan terjadinya migrasi keluar dari wilayah tempat tinggalnya, Hans Christoffel tertarik memulai karir di bidang militer dan membawanya ke Kedutaan Besar Belanda di Hamburg untuk bergabung sebagai tentara berpangkat private di “Koninklijk Nederlands Indisch Leger” atau “K.N.I.L.” (The Royal Dutch East Indies Army) pada bulan Februari 1885. Sebuah kesatuan yang dibentuk untuk "menenangkan" kondisi di the “Garland of Emeralds” (Untaian Emeralds), Hindia Belanda. Pada kenyataannya, KNIL merupakan Legiun Asing yang dominan berisi bukan orang Eropa. Bahkan, jajaran kepangkatan rendah di kesatuan itu berisi orang-orang dari koloni-koloni "milik Belanda" yang berasal dari suatu pulau atau daerah tertentu untuk kemudian ditempatkan di pulau lain.
Sebulan setelah diterima menjadi tentara, Hans Christoffel berlayar dari Rotterdam ke Batavia (sekarang bernama Jakarta) dan ditugaskan melakukan pekerjaan administrasi di Surabaya pada tahun 1892 tepat pada saat kerusuhan dan perlawanan terjadi di Aceh. Tentara KNIL bertempur di beberapa kejadian yang sering disebut sebagai “perang” di Aceh dan kesemuanya berakhir pada kebuntuan. Aceh adalah pijakan awal perkembangan Islam di Nusantara meupakan wilayah yang cukup kaya untuk dikuasai. Terletak dekat Selat Malaka, Kesultanan bisa mendapatkan keuntungan berlimpah dari aktivitas lalu lintas maritim dari Cina ke Barat, dan mengekspor barang berharga seperti lada dan emas. Orang-orang Aceh menggunakan taktik gerilya atau hit-and-run pada tentara mereka yang dilatih untuk melawan gaya perang Eropa yang tertib dan sangat terikat pada perintah. Akibatnya, mereka sering terjebak pada medan pertempuran dengan kondisi geografis yang tidak mereka kenali. Peristiwa yang mendorong Christoffel mengajukan diri secara sukarela mengambil peran yang lebih aktif di garis depan.
Christoffel masuk menjadi bagian dari “perang pasifikasi” yang ke-empat. Dari berpangkat Corporal menjadi Sergeant-Major, kemudian Warrant Officer, hingga Second Lieutenant yang menjadikannya termasuk dalam jajaran perwira di pasukan Jenderal Van Heutz. Dia ditugaskan di berbagai misi yang selama ini sangat sulit diselesaikan dan telah mengganggu pemerintahan Belanda selama satu dekade atau lebih. Pada titik ini, ia mendapatkan penghargaan untuk pertama kalinya, yang kemudian diikuti berbagai medali penghargaan lainnya. Pada tahun 1902, Christoffel ditugaskan untuk tergabung di unit “Maréchaussée”, sebuah unit khusus yang baru dibentuk dengan seragam khusus dan dilengkapi peralatan dari senjata lokal hingga senjata api teknologi terbaru dari Eropa yang bisa menembak berulang kali. Unit ini ternyata membawa hasil yang sangat gemilang di bawah komando Christoffel. Dia sangat populer dan terkenal karena cepat berpikir dan memiliki ketekunan. Meskipun dianggap pria kecil bersuara lembut dengan mata biru yang menusuk, ia menjadi semacam legenda dalam jajaran ketentaraan. Koran-koran Belanda mulai mengambilnya sebagai sumber berita. Pada tahun 1903 ia dipromosikan lagi menjadi Lieutenant dan menjadi orang non-Belanda pertama kali yang mencapai peringkat itu.
- Foto-foto Hans Christoffel ketika bertugas di Koninklijk Nederlands Indisch Leger atau K.N.I.L. dan menjadi anggota Maréchaussée
Beberapa penugasan baru diterimanya. Dia menyelesaikan beberapa permasalahan di Kesultanan Aceh dengan menetralisir perjuangan Sultan dan komandan tentaranya, Panglima Polem. Tugas lainnya adalah “pasifikasi” dari Alas hingga Gayo di wilayah Sumatera, sebuah wilayah perbukitan yang sulit dijangkau dan berada di antara kerajaan Aceh dan tanah Batak. Bersama dua ratus unit Maréchaussée, secara sistematis mereka memberantas semua perlawanan di berbagai kampung. Wilayah pertahanan yang hanya berupa desa dengan perkuatan dinding pertahanan dari bambu. Sedangkan penduduknya baik pria dan wanita berjuang melawan Maréchaussée hanya bersenjata busur, tombak, pedang pendek dan senapan lontak beramunisi bola timah dan mesiu. Mereka benar-benar diberantas, tidak hanya pria dan wanita, tetapi juga kadang-kadang anak-anak dan bahkan hewan ternak. Komandan Christoffel, Van Daalen berkisah bahwa “Christoffel tetap terus menembak hingga lama meskipun saya telah memberi perintah untuk berhenti”. Dia secara luas ditakuti - sebagai bushranger sempurna yang suka menyerang mangsanya dan menyelesaikannya dengan membunuh tanpa belas kasihan. Reputasinya tersebar hingga berbagai pulau dan selalu mengisi halaman surat kabar. Dia dipuji sebagai “The Flying Swiss”, merujuk pada berbagai varian berita dari kepulauan nusantara. Di Kalimantan, ia ditugaskan sebagai kepala daerah. Tugas yang membuatnya memiliki julukan baru “Tiger dari Barito”, dan pangkat letnan sekembalinya ke Aceh.
Setelah usai berlibur selama setahun di Eropa, Christoffel kembali ke Hindia Belanda di tahun 1906. Dia langsung ditugaskan untuk menetralisir para Raja dan pemimpin yang melakukan perlawanan di pulau Sulawesi, Timor dan Flores. "The Flying Swiss" (sebutan yang mengacu pada kisah hantu "Flying Dutchman" yang tertanam kuat sekarang di dalam pikiran orang Belanda) telah mendapatkan kewarganegaraan Belanda sebagai syarat yang diperlukan untuk bisa mempromosikannya lebih jauh menjadi Capitein pada tahun 1907. Prestasi yang membuat Christoffel menjadi sangat terkenal adalah keberhasilannya menangkap Patuan Bosar Ompu Pulo Batu, atau lebih dikenal dengan gelar Si Singamangaraja XII yang merupakan pemimpin masyarakat Toba. Meskipun tidak memiliki kekuatan mutlak atas empat raja Batak lainnya, Si Singamangaraja XII merupakan pemimpin terakhir dan pengelola struktur klan sosial yang kompleks. Singamangaraja menggabungkan statusnya sebagai "raja sekaligus pendeta" untuk memimpin politik lokal, memimpin setiap upacara adat sebagai pendeta, dan bertugas menegakkan keadilan. Di tahun 1907, Christoffel bersama salah satu unit kecil kesatuan Maréchaussée yang terkenal dengan sebutan “Tiger Brigade” (Coloni Matjan) bergerak mengejar Si Sisingamangaraja XII mengelilingi daerah pegunungan Batak sejauh ratusan mil. Di tanggal 17 Juni 1907, Si Sisingamangaraja XII dan keluarganya terjebak dalam pertempuran di sebuah jurang. pertempuran terkahir yang membuat Si Singamangaraja XII bersama putri dan kedua putranya meninggal dalam baku tembak. Tubuh Patuan Bosar Ompu Pulo Batu dipamerkan di pasar kota Balige, dekat Danau Toba. Sebuah peristiwa dramatis karena Singamangaraja dalam kepercayaan masyarakat Toba seharusnya tidak mati, tetapi menghilang. Tanpa memerlukan waktu panjang, Hans Christoffel pada waktu itu dianggap sebagai pahlawan di negara Belanda.
Setelah melalui berbagai peristiwa lainnya di pulau Timor, Flores dan sebuah tugas susulan di Aceh, pada bulan Desember 1908, Christoffel mendapatkan medali penghargaan militer tertinggi dan Eresable (Sabre of Honour). Saat itu, Dia adalah perwira tertinggi di jenjang kemiliteran Belanda. Meskipun demikian, beberapa rekan perwira lain dan beberapa diantaranya berpangkat lebih tinggi tetap menganggapnya sebagai orang asing dan tidak menyukai keberhasilan Christoffel. Bahkan, beberapa dari mereka menolak dan meminta untuk dipindahkan ketika Christoffel menginginkan beberapa perwira bawahan sudah berpengalaman untuk meredakan konflik di Sulawesi. Diduga banyak dari mereka menolak dengan alasan membenci taktik yang digunakan Christoffel ketika bertempur. Namun di saat yang sama, dia sangat populer bagi tentara dan sebagian besar perwira bawahannya. Mereka menjulukinya "Captain Ketjhil" atau "Little Captain". Suatu ketika, ia dikenali saat sedang makan dalam diam di sebuah pojok restoran Surabaya oleh beberapa perwira yang sedang makan di sana. Dengan cepat mereka mengambil beberapa alat musik, mengangkat Christoffel di kursi dan mengaraknya berkeliling. Sebagai bagian dari rasa hormat kepada Christoffel sebagai balasan dari rasa hormatnya terhadap mereka.
Akhirnya, setahun setelah menikah dengan Adolphine Van Rijswijck yang merupakan putri dari walikota kota Antwerp, Hans Christoffel mengajukan pensiun dini atas permintaannya sendiri dan meninggalkan K.N.I.L. pada tanggal 2 November 1910. Meskipun usianya baru 45 tahun, dia telah menghabiskan 24 tahun di daerah tropis. Dia menerima pensiun 2000 gulden per tahun, jumlah yang sangat besar pada saat itu. Hans Christoffel dan Adolphine Van Rijswijck tinggal di rumah milik Van Rijswijck di De Keyserlei. Seusai meninggalkan KNIL, Christoffel kembali memulai perjalanan ke Hindia Timur bersama Adolphine selama dua puluh tahun. Pasangan itu tinggal di Jatinegara, Jakarta Timur untuk sementara, dan di Surabaya. Bersama-sama, mereka juga menjelajahi sungai-sungai menggunakan prau dan mengunjungi Sulawesi dan Sumatra. Tujuannya sering kali merupakan tempat di mana Hans menghabiskan masa ketika masih aktif sebagai tentara. Perlahan Christoffel memulai bisnis pertambangan di Jawa sisi utara, kemudian mendirikan perusahaan minyak di Aceh, dan kemudian menetap sebagai petani di Jawa. Pandangannya dalam hidup juga berubah secara drastis dan menandai perubahan itu dengan membakar buku harian dan catatan, foto dan laporannya. Menurut kata-katanya sendiri "he drew a curtain over his old life". Tindakan yang menjadi salah satu penghalang dalam menelusuri sejarah pribadinya dengan cara akurat dikemudian hari. Dia menganggap karir militernya sebagai tugasnya, tidak lebih, tidak kurang. Ini terkait dengan konsensus tentang Peraturan Kolonial pada saat itu "It is a messy job, but it has to be done". Sungguh luar biasa bagaimana pandangan hidupnya berubah. Minat utamanya pada saat itu adalah filsafat Hindu. Dia melakukan perjalanan ke India, Sri Lanka, Filipina dan Australia. Mohandas Gandhi, tokoh idealisme non-kekerasan, telah banyak menginspirasinya. Christoffel telah menjauhkan diri dari dirinya yang lama dengan cara lama ...
Koleksi senjata, tekstil dan objek budaya material lainnya yang ia temukan di kehidupan lamanya menjadi penghalang bagi Christoffel untuk menemukan ketenangan dan kedamaian. Tidak diragukan lagi karena pengaruh istrinya, dia memutuskan untuk menawarkan pinjaman tersebut kepada Kota Antwerp pada tahun 1921....Setelah kematiannya di tahun 1962, Hans Christoffel juga meninggalkan lima bendera perang dari masa Aceh. Namun, dengan instruksi khusus untuk membakarnya setelah kematiannya karena dia meyakini bahwa mereka memiliki semacam sihir hitam. Namun, penerima peninggalan yang juga anggota keluarga Van Rijswijck, menganggapnya terlalu berharga untuk dihancurkan. Hingga kemudian, akhirnya mereka menyumbangkannya ke Ethnographical Antwerp Museum. Dengan instruksi untuk 'hormat' kepada mereka, karena mungkin ada darah dari mereka berasal ekspedisi Gajo-Alas. Bendera-bender itu sekarang dianggap sebagai bendera peninggalan perang Aceh yang terbaik dan masih terlestarikan seperti saat pertama kali didapatkan. selain itu juga ada koleksi peninggalan sejumlah 1.153 item, terdiri dari 670 buah berupa senjata dan sisanya berupa tekstil, perhiasan, barang rumah tangga, dan barang lain. Sekarang seluruh koleksi tersebut menjadi bagian penting dari koleksi Museum MAS (Museum Aan de Stroom) di Antwerp, Belgium.
- Foto-foto Hans Christoffel setelah mengundurkan diri dari Koninklijk Nederlands Indisch Leger atau K.N.I.L.
Lokasi dan Tempat
Bronbeek Museum
Bronbeek adalah sebuah bangunan bekas istana kerajaan yang terletak di kota Arnhem, Belanda. Semenjak dibeli oleh Raja Belanda William III, bangunan ini disumbangkan ke Negara Belanda dan difungsikan sebagai rumah tinggal bagi para veteran tentara Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL) sekaligus untuk menyimpan berbagai "souvenir" para tentara itu ketika bertugas. Karena banyaknya artefak yang tersimpan, rumah tinggal para veteran ini dikembangkan menjadi museum yang menyimpan sejarah Kerajaan Belanda di masa kolonial di Dutch East Indies (Hindia Belanda). Fokus koleksi yang dipamerkan secara permanen di Bronbeek museum adalah berbagai artefak dan arsip berisi sejarah Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL) atau the Royal Dutch-Indian Army dan lawan-lawannya sebagai bagian dari sejarah kehadiran kolonial Belanda di Asia Tenggara, khususnya di Hindia Belanda. Pengembangan museum ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran terhadap sejarah dan cerita masa lalu Belanda di era kolonial dan untuk meningkatkan minat terhadap hal ini. Bronbeek museum selain menyimpan berbagai artefak sejarah dari Indonesia di masa kolonial juga menyimpan berbagai dokumentasi dan arsip tentang para tentara Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL) ketika bertugas di Hindia Belanda (Indonesia). Salah satunya adalah koleksi yang berupa arsip, dokumen, foto, maupun artefak yang memiliki kaitan erat dengan Hans Christoffel ketika bertugas sebagai tentara KNIL.
Museum aan de Stroom (MAS)
Museum aan de Stroom (MAS) adalah museum terbesar yang terletak di kota Antwerp, yaitu kota pelabuhan yang selama beberapa abad menjadi titik pertemuan dan pertukaran antara orang-orang dari seluruh dunia. Museum aan de Stroom (MAS) mengoleksi berbagai artefak, karya seni, hingga berbagai benda yang terkumpul karena arus pertemuan orang-orang yang datang ke Antwerp dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Hingga saat ini, MAS memiliki koleksi dengan jumlah sangat banyak hingga mencapai sekitar 500.000 item dan masih terus bertambah. MAS menggunakan seluruh koleksi untuk membentuk narasi baru yang terbagi menjadi beberapa tema utama, antara lain tentang hubungan politik kekuasaan dan pelabuhan dunia. Selain itu juga bercerita tentang pengaruh makanan sebagai salah satu unsur berbentuk kebudayaan di masa lalu, sekarang dan masa depan. Hingga narasi tentang hubungan antara kehidupan dan kematian, manusia dan tuhan, maupun konsepsi di atas dan di bawah dunia. Beberapa koleksi yang disimpan di MAS (Museum Aan de Stroom) adalah benda-benda yang semula di koleksi oleh Hans Christoffel dan didapatkannya dari berbagai daerah di Indonesia, antara lain dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi. Beberapa koleksi Hans Christoffel dari Indonesia dipamerkan dalam pameran permanen MAS disertai dengan narasi tentang Hans Christoffel, Sisingamangaraja XII dan hubungan keduanya dimasa kolonial.
Antwerp, Belgia
Antwerp atau Antwerpen adalah salah satu kota pelabuhan utama di Belgia yang terletak di muara sungai Scheldt. Selain memiliki Museum aan de Stroom (MAS) yang menyimpan koleksi berupa berbagai artefak dan benda-benda koleksi Hans Christoffel, kota ini merupakan tempat Hans Christoffel menghabiskan waktunya dan tinggal bersama istrinya setelah mengundurkan diri dari Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL). Beberapa peninggalan dari Hans Christoffel selain koleksi benda bersejarah dari Indonesia yang di koleksi di MAS, antara lain adalah rumah-rumah yang dulu menjadi tempat tinggal Hans Christoffel yang tersebar di seputar kota Antwerp.
- Bekas rumah Hans Christoffel Selama Hidupnya