Proyek Nenek

From Lifepatch - citizen initiative in art, science and technology
Jump to navigation Jump to search
Poster Publikasi Pameran Proyek Nenek

Proyek Nenek adalah sebuah proyek kolaborasi antara Stefanie Wuschitz, Cindy Lin dan Lifepatch.

Deskripsi Proyek

Dalam Proyek Nenek kami (Lifepatch, Cindy Lin, dan Stefanie Wuschitz) ingin belajar dari para nenek yang hidup di Jawa. Bagaimana mereka memahami teknologi? Pengetahuan dan praktik mana yang mereka pilih untuk dibagikan dengan generasi berikutnya? Mempelajari hal ini akan memberitahu kita tentang struktur pengasuhan dan kepercayaan yang mereka jalani dan bagaimana mereka merawat struktur tersebut.

Wawancara kami lakukan dengan orang-orang yang punya hubungan dengan anggota lifepatch. Sementara itu kami akan mencari bentuk-bentuk “teknologi” yang bisa bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan para nenek.

Dari pengamatan empiris kami mencatat bahwa kehadiran para ibu dan nenek pada hackerspace, makerspace, dan ruang-ruang sejenis amat sedikit, dan jika mereka hadir, kehadiran mereka dibatasi. Proyek ini bertujuan untuk menyingkap semangat berbagi dan berkolaborasi yang dipraktikkan para nenek, serta penyalahgunaan-kreatif sains dan teknologi yang mereka lakukan, melalui wawancara, lokakarya dan diskusi.

In The Nenek Project, we (lifepatch, Cindy Lin and Stefanie Wuschitz) want to learn from elderly self-identified women or “Nenek” living in Java. How do they understand and experience technology? Which knowledge and practice would they choose to share with other generations? It informs us about the structures of care and trust they live in and how they maintain these structures.

The interviews are mainly taken with persons who are related to members of the citizenlab lifepatch. In return we look for shared forms of “technology” that could be made useful to a nenek's needs. From our empirical observations, we noticed that the visibility of older women in hackerspaces, makerspaces and other similar configurations of science and technology is little, and if present, minimized. This project hopes to uncover the collaborative and sharing ethos practiced by neneks and their creative misuse of science and technology through in-depth interviews, workshops and discussions.

PHASE 1 (dec 14 - jan 15) PHASE 2 (jan 15 - feb 15) PHASE 3 (feb 15 - march 15) PHASE 4 (march 15 - april 15)
doing interviews evaluating prototyping public discussion in yogya (10.2.2015, at IVAA)
visiting nenek-nenek debating app development public exhibition yogya (10.3.2014, at Yogya Contemporary)
giving workshop making sense video editing presentation in austria

Kolaborator

Cindy Lin

Foto Profil Cindy Lin

Biografi

Cindy Lin adalah mahasiswa tingkat akhir program S1 di National University of Singapore (NUS) yang mengkhususkan diri pada Studi Asia Tenggara. Pada saat ini ia berbasis di Singapura tetapi sering berada di Yogyakarta untuk penelitiannya dalam kekhususan hacking pada hackerspace daerah Dunia Selatan. Dia mencari idiom-idiom di Dunia Selatan yang melingkupi budaya dan praktek otak atik, mengkombinasikan dan menggunakan kembali ilmu pengetahuan dan teknologi dan melihat bagaimana idiom ini masih bergaung atau ditantang.

Dia merupakan salah satu pendiri Gender Collective - ruang yang aman untuk jender dan inklusivitas seksual pada tahun 2011 dan co-editor emi-akademik independen kritis di jurnal Studi Asia Tenggara pada tahun 2013 - Subjectivities. Dia juga merupakan relawan dasar dari Project X - sebuah inisiatif yang bertujuan untuk mengakui hak-hak pekerja Trans* seks (tidak lengkap) di Singapura. Cindy baru-baru ini mendirikan Sewon FoodLab - sebuah kolaborasi transnasional dengan Geeks dari Indonesia untuk kritis berpikir, eksperimen dan berdiskusi tentang masalah konsumsi.

Anggota komunitas baru Do-It-Yourself Biology Singapura (DIYbio SG), Cindy adalah mahasiswa dan bio-antusias. Dia terobsesi dengan gastropoda dan rodentia baik hidup atau mati serta narasi ilmiah, pola dan perilaku spesies asing invasif. Dia baru-baru ini berpartisipasi dalam HackteriaLab 2014 - Yogyakarta dan berpameran di Post-PopUp: More than [show] business - sebuah kolaborasi antara Centre for Contemporary Art dan Post-Museum Singapura.

Cindy Lin is a final year undergraduate National University of Singapore (NUS) student specializing in Southeast Asian Studies. She is currently residing in Singapore but frequently returns to Yogyakarta for her research on the particularities of hacking in Global South hackerspaces. She searches for idioms in the Global South encapsulating the culture and practice of tinkering, recombining and reusing in science and technology and see how these idioms still resonate or are challenged.

She co-founded Gender Collective - safe space for gender and sexual inclusivity in 2011 and is co-editor of independent critical semi-academic Southeast Asian Studies journal in 2013 – Subjectivities. She is also a groundwork volunteer of Project X - an initiative which seeks to recognise the rights of Trans* sex (not exhaustive) workers in Singapore. Cindy has recently initiated Sewon FoodLab – a transnational collaboration with geeks from Indonesia to critically think, experiment and discuss about consumable matter.

Member of the recently initiated Do-It-Yourself Biology Singapore (DIYbio SG) team, Cindy is a moonlighting student and a bio-enthusiast. She is obsessed with both alive and dead gastropoda and rodentia as well as the scientific narratives, patterns and behaviours of invasive alien species. She has recently participated in HackteriaLab 2014 Yogyakarta and exhibited at Post-PopUp: More than [show] business – a collaboration between Centre for Contemporary Art and Post-Museum.

Aktifitas di Indonesia

Pada awal 2014, Cindy berada di Yogyakarta selama enam bulan melakukan penelitian tentang hubungan transnasional antara seniman, ilmuwan, peretas dan peneliti dan ruang desentralisasi ilmu warga dan teknologi. Dia juga berpartisipasi dalam HackteriaLab 2014 - Yogyakarta co-host oleh Lifepatch dan Hackteria - pertemuan transnasional dua minggu antara ilmuwan, seniman, hacker, peneliti dan penggemar lainnya untuk membahas secara kritis, berkolaborasi dan berpartisipasi dalam tiga node penelitian ekologi.

Setelah lebih lanjut mengembangkan minatnya dalam bereksperimen dengan apa yang dapat dikonsumsi, Cindy, bersama-sama dengan Agus Tri Budiarto, Lintang Radittya dan Krisna W Pandawa, mendirikan Sewon FoodLab pada bulan Juli 2014. Sewon FoodLab kemudian menyelenggarakan Workshop Surabaya Fermentation Madness pada makanan fermentasi dan neon di c2o library & collabtive, Surabaya pada Agustus 2014.

Pada awal Desember 2014, dia bersama-sama mendirikan Proyek Nenek dengan lifepatch dan Stefanie Wuschitz di Yogyakarta.

In early 2014, Cindy was in Yogyakarta for six months conducting research on transnational relations between artists, scientists, hackers and researchers and decentralized spaces of citizen science and technology. She also participated in HackteriaLab 2014 - Yogyakarta co-hosted by Lifepatch and Hackteria – a two-week transnational meeting between scientists, artists, hackers, researchers and other enthusiasts to critically discuss, collaborate and participate in three ecological research nodes.

After further developing her interest in experimenting with what can be consumed, Cindy, together with Agus Tri Budiarto, Lintang Radittya and Krisna W Pandawa, initiated Sewon FoodLab in July 2014. Sewon FoodLab later hosted and conducted Workshop Surabaya Fermentation Madness on fermented and fluorescent foods in c2o library & collabtive, Surabaya in August 2014.

In early December 2014, she jointly established Proyek Nenek with lifepatch and Stefanie Wuschitz in Yogyakarta.

Kolaborasi

In Cindy’s first formal collaboration with lifepatch members, she will conduct interviews and collect narratives from the mothers of lifepatch members and other nenek-nenek on their experiences with science and technology. These narratives will inform project members of the priorities of these older women, their structures of caring and sharing and their daily technological and scientific encounters. Where possible, Cindy hopes to detect and analyse the similarities and dissonances in tinkering, making and sharing between these particular female agents and other more recent hacker and citizen science figures in the Global South and Global North.

This transnational collaboration will materialize in the forms of non-fiction narratives, various kinetic prototypes, workshops and an exhibition. More details can be found here: Proyek Nenek

This project will continue till March 2015.

Referensi dan Link Eksternal

Stefanie Wuschitz

Biografi

Stefanie Wuschitz bekerja di persimpangan penelitian, seni dan teknologi, dengan fokus khusus pada hacker feminis, produksi sebaya dan formasi komunitas akar rumput. Dia merupakan lulusan MFA di 2006. Tahun 2008, ia menyelesaikan Master-nya di bidang Program Telekomunikasi Interaktif, TISCH School of the Arts NYU dan menjadi Digital Art Fellow untuk universitas Umeå di Swedia. Pada tahun 2009 ia mendirikan hackerspace feminis Miss Baltazar's Laboratory di Wina, mendorong teknologi yang dikembangkan dari perspektif perempuan. Dia menyelenggarakan lokakarya khusus untuk perempuan/waria lokakarya dan mengajar secara internasional. Pada tahun 2014 dia menyelesaikan P.h.D. nya dengan judul “Feminist Hackerspaces. A Research on Feminist Space Collectives in Open Culture” di University of Technology, Wina. Dia bekerja sama dengan cendekiawan dalam bidang Interaksi Manusia dan Komputer, Desain Antropologi dan Seni Digital. Mulai Maret 2015, Stefanie Wuschitz memegang posisi Pasca-Doc di University of Michigan di Sekolah Informasi.

Stefanie Wuschitz works at the intersection of research, art and technology, with a particular focus on feminist hacking, peer production and grassroots community formation. She graduated with an MFA in 2006. 2008 she completed her Masters at the Interactive Telecommunication Program at TISCH School of the arts at NYU and became Digital Art Fellow at Umeå university in Sweden. 2009 she founded the feminist hackerspace Miss Baltazar's Laboratory in Vienna, encouraging technology that is developed from a female perspective. She was giving women/trans-only workshops and was teaching internationally. In 2014 she finished her P.h.D. with the title “Feminist Hackerspaces. A Research on Feminist Space Collectives in Open Culture” at the University of Technology, Vienna. She is collaborating with scholars in the fields of Human Computer Interaction, Design Anthropology and Digital Art. Starting March 2015 Stefanie Wuschitz holds a Post-Doc position at the University of Michigan at the School of Information.

Referensi dan Pranala Luar

Diskusi Nenek Proyek

Pada bulan Desember 2014, KUNCI Cultural Studies menyelenggarakan sebuah diskusi mengenai Proyek Nenek.

  • Hari/Tanggal: Sabtu, 27 Desember 2014
  • Waktu: 15.00 - 18.00 WIB
  • Tempat: KUNCI Cultural Studies
  • Alamat: Ngadinegaran MJ3/100, Yogyakarta 55143

Diskusi bersifat gratis dan terbuka untuk umum.

Dokumentasi

Berikut dokumentasi terpilih dari proyek ini:

Diskusi di KUNCI

Diskusi QUIET INVENTORS. Tales of Resourcefulness

Poster Publikasi Diskusi Proyek Nenek di IVAA

Diskusi ini adalah kali kedua Proyek Nenek dipresentasikan untuk umum di Yogyakarta. Proyek Nenek dikerjakan Stefanie Wuschitz (Austria) dan Cindy Lin (Singapura) sebagai rangkaian proses mengamati dan berbincang dengan para "Ibu-ibu" yang sudah bisa disebut "Nenek".

Percakapan dari diskusi terdahulu di KUNCI, mengeksplorasi gagasan dikerjakannya proyek, yakni menelusuri bagaimana pengetahuan diserap, diterapkan, dan pada waktunya diwariskan oleh para Nenek ke generasi selanjutnya. Proyek Nenek juga beraspirasi untuk merancangkan "teknologi" yang sesuai dengan kebutuhan para Nenek.

Deskripsi Acara

Diskusi akan berlangsung 10 Februari 2015 di Yogyakarta, Indonesia sebagai bagian dari "Proyek Nenek", sebuah proyek kolaborasi antara Stefanie Wuschitz, Cindy Lin dan Lifepatch, ingin belajar dari para nenek yang hidup di Jawa dalam praktik struktur pengasuhan dan kepercayaan yang mereka jalani dan bagaimana mereka merawat struktur tersebut. Program ini akan berfokus pada Nenek (Perempuan Lansia) dan metode kreativitas mereka, teknologi yang mereka gunakan untuk penghasilan dan taktik-taktik pembuatan ruang serta struktur pembentukan kelompok. Diskusi akan mempertemukan para pakar dari bidang studi media, studi budaya dan ilmu-ilmu sosial untuk membahas perkembangan terakhir dan mendekatkan perkembangan ini dengan fenomena serupa dari tahun 70-an dan 80-an.

Kelompok-kelompok perempuan di Jawa memiliki banyak fungsi. Mereka tidak hanya mendorong usaha rumah tangga (jual makanan, laundry, salon kecantikan, mengajar), tetapi mereka juga mempromosikan dan merayakan budaya Jawa dan mengambil alih posisi administrasi bagi masyarakat di lingkungan tersebut. Pekerjaan perempuan terdiri dari sebagian besar kerja sosial (menimang bayi, membantu dalam pemakaman seseorang di lingkungan tempat tinggalnya, menyiapkan makanan untuk kelompok besar di lingkungan) yang telah disalurkan oleh pemerintah untuk ormas yang efektif. Oleh karena itu, ketika disalurkan oleh pemerintah, peran perempuan jarang menyebabkan perubahan sosial yang otonom. Namun, hal itu memang menyebabkan pemerintah menyetujui perubahan sosial, seperti misalnya Kampanye PKK untuk program KB nasional.

Peran kelompok perempuan karena itu ambivalen. Apa minat kami tentang hal itu adalah tubuh pengetahuan (ditransfer dari generasi ke generasi) tentang cara mengatur pada tingkat akar rumput, kelompok-kelompok kecil orang, cara merawat satu sama lain dan menjadi produktif, bagaimana mempertahankan masyarakat pada tingkat mikro, bagaimana untuk bertahan hidup dengan membuat sesuatu dari hampir tidak ada. Ini tubuh pengetahuan, seperti yang kami sarankan, telah sangat menginformasikan budaya hacker di Yogyakarta. Banyak fungsi, ritual, strategi dan etika telah mempengaruhi penawaran cara Lifepatch dengan pertanyaan "perilaku yang tepat". Gagasan membuat hal-hal teknologi rendah, namun efisien bagi masyarakat dan kaya kesempatan belajar, dapat diamati dalam banyak proyek Lifepatch terlibat dalam. Kami percaya bahwa struktur ini dan jaringan untuk mempertahankan struktur pra-kondisi untuk hacking. Dan karena itu pra-syarat untuk setiap jenis penemuan. Penemuan Nenek-Nenek mengorganisir diri dapat dibaca sebagai "ibu dari semua penemuan".

Detail Acara

Diskusi ini berlangsung pada:

  • Hari, Tanggal: Selasa, 10 Februari 2015
  • Waktu: 16.00 WIB
  • Tempat: RumahIVAA
  • Alamat: Jl. Ireda, Gang Hiperkes, MG1/188A-B, Dipowinatan, Yogyakarta

Acara bersifat gratis dan terbuka untuk umum.

Pembicara

Raoul Schmidt

Modeling the Past - The Traces of Female Amateurs in Austrian Filmarchives

Korinna Lindinger

My Artistic Practice and Collectives

Lale Rodgarkia-Dara

Transferring knowledge from one to the next generation - Belonging across generations through means of art on the example of experimental radio

Dokumentasi Acara

Berikut dokumentasi terpilih dari acara ini:

Referensi dan Pranala Luar

Pameran Proyek Nenek

Poster Publikasi Proyek Nenek

Sebuah pameran yang akan menampilkan hasil dari Proyek Nenek, sebuah proyek kolaborasi antara Stefanie Wuschitz, Cindy Lin dan Lifepatch.

Deskripsi Acara

Melalui Proyek Nenek, kami berupaya untuk mempelajari praktek-praktek dan teknik budaya nenek-nenek. Kami meluangkan waktu untuk mengumpulkan dan berusaha memahami kekayaan narasi dari kunjungan, wawancara dan ‘nongkrong’ dengan dua orang nenek dan enam orang ibu dari anggota lifepatch. Beberapa nenek menceritakan kepada kami kelompok atau organisasi perempuan dimana mereka berpartisipasi didalamnya dan bagaimana melalui kelompok-kelompok ini mereka menjalin persahabatan dan saling membantu. Kebanyakan dari mereka mengangap kelompok sebagai sarana untuk menjadi lebih kreatif dan bersenang-senang (iseng-iseng aja).

Meskipun demikian pengaruh dari sisa-sisa rezim Orde Baru masih bertahan dalam kelompok perempuan selama era pasca-Soeharto. Ideologi negara-keibuan masih sangat berhubungan dengan kelompok-perempuan dan digunakan untuk memastikan bahwa kelompok-perempuan berfungsi sebagai alat "seleksi dan kontrol".

Rezim Orde Baru juga dikenang sebagai era dari perkembangan kelas menengah perkotaan, mencakup hampir setengah dari penduduk Indonesia. Harapan mereka untuk keberhasilan perekonomian dan kemajuan nasional hancur ketika perekonomian Indonesia runtuh ketika terjadi krisis keuangan di Asian 1997/1998. Konsekuensi tekanan perekonomian tidak lepas dari aspek sosial budaya dan politik yang dijalani dan dialami oleh orang Indonesia. Reformasi 1998 menyebabkan kejengkelan dan kekecewaan dari kelas menengah perkotaan, hal ini menyebabkan beberapa diantaranya terpaksa untuk memilih praktek-praktek Do-It-Yourself (DIY).

Praktek DIY ini telah ada dan diturunkan dari satu ke generasi berikutnya sepanjang sejarah Indonesia. Kolonialisme, penjajahan dan penindasan menyebabkab pentingnya untuk selalu berusaha memperbaiki kondisi yang memprihatinkan melalui kerjasama, bekerja kreatif, ter de-sentralisasi, memungkinkan muncul dan berkembangnya budaya "Oprek". Tujuan utamanya adalah mencari solusi konkret untuk tantangan kehidupan sehari-hari, pada saat yang sama perkembangan budaya "Oprek" memberi ruang untuk memprotes dan melawan ketidakadilan sosial dan kronisme (KKN).

Karena ibu-ibu dan nenek-nenek secara terus-menerus berkumpul dan bertemu dalam kelompok-kelompok dan pertemuan Arisan untuk merayakan praktek Do-It-Yourself (DIY) dan Do-It-With-Others (DIWO), mereka telah menciptakan komunitas dan sistem berbagi diantara mereka sendiri.

Kami percaya bahwa cara mereka berkreasi dan membuat barang-barang, bersama-sama ataupun sendiri-sendiri, telah mendukung komunitas mereka dan memberikan informasi tentang kondisi DIY (dan juga seni) sat ini.

Oleh karena itu proyek kami mencoba untuk menelusuri hubungan antara budaya kontemporer DIY (Do-It-Yourself) dan budaya generasi ibu-ibu yang lahir antara tahun 1934 dan 1954. Kedua generasi DIY saling belajar, menginformasikan satu sama lain dan saling berhubungan pada berbagai tingkatan. Kini mereka bersama-sama berjuang diantara de-sentralisasi, organisasi akar rumput mandiri dan top-down kontrol terpusat.

Detail Acara

Pembukaan Pameran

Pembukaan Pameran akan berlangsung pada: Acara ini akan diselenggarakan pada:

  • Hari/Tanggal: 10 Maret 2015
  • Waktu: 19.00 WIB
  • Tempat: Jogja Contemporary
  • Alamat: Kompleks Jogja National Museum, Jl. Prof. Ki Amri Yahya no 1 Gampingan, Yogyakarta

Pameran

  • Hari/Tanggal: 10 Maret 2015 - 24 Maret 2015
  • Waktu: setiap hari pukul 10.00-17.00 WIB
  • Tempat: Jogja Contemporary
  • Alamat: Kompleks Jogja National Museum, Jl. Prof. Ki Amri Yahya no 1 Gampingan, Yogyakarta

Peta Lokasi

Berikut peta lokasi dari Jogja Contemporary: https://www.google.co.id/maps/place/Jogja+National+Museum/@-7.800231,110.353273,17z/data=!3m1!4b1!4m2!3m1!1s0x2e7a57f4de218105:0x87be2dc85f450c62

Dokumentasi Acara

Berikut dokumentasi terpilih dari acara ini:

Referensi dan Pranala Luar

Referensi dan Pranala Luar